Pangeran sekar begitu marahnya karena merasa haknya dirampas oleh Waliyul Amri yang memberikan tahta sultan Demak Bintoro ke tangan
Trenggono, adik lelakinya beda ibu. Ia merasa dialah yang lebih tepat
menjabat sultan karena dia lebih tua. Sesungguhnya dia sudah merasa
dilangkahi ketika Waliyul Amri memilih Pati Unus, adik lelakinya,
sebagai sultan Demak menggantikan ayahanda Raden Fatah.
Memang di
kesultanan Demak Bintoro tidak berlaku konvensi lama yang mengakar di
kerajaan-kerajaan nusantara dimana seorang anak lelaki tertua secara
otomatis menjadi putera mahkota yang kemudian diproyeksikan sebagai
pengganti kedudukan raja kalau sang raja lengser. Kesultanan Demak
dengan tatanannya sendiri memiliki kaidah bahwa segala keputusan penting
pada kesultanan harus mendapat restu atau dimusyawarahkan dulu dalam
rapat Waliyul Amri.
Waliyul Amri sendiri adalah sekelompok ulama sebagai
penasihat raja dan sebagai tempat meminta pertimbangan bagi raja dalam
memutuskan perkara atau kebijakan. Waliyul Amri juga memegang peran
sebagai penyebar dakwah islam di tanah Jawa. Dengan adanya Waliyul Amri
ini, kedudukan raja atau sultan di kerajaan Demak tidak sesakral,
sehebat, sekuat raja-raja kerajaan nusantara era sebelumnya seperti Sriwijaya dan Majapahit. Raja bukan sebagai pengejawantahan Tuhan di
muka bumi. Akan tetapi kekuasaannya dibatasi dan terkendali oleh Waliyul
Amri.
Dengan demikian, tidak aneh jika pengganti Raden Fatah adalah justru anak bungsu: Pati Unus bukan Pangeran Sekar atau Trenggono. Dengan terpilihnya Pati Unus, sebenarnya Pangeran Sekar sudah merasa haknya dirampas. Karena ia masih beranggapan dan masih terpatri dalam jiwanya bahwa pengganti raja adalah anak laki-laki tertua. Ia bisa menerima keputusan Waliyul Amri itu setelah menerima penjelasan tentang alasan mereka mengangkat Pati Unus.
Pati Unus memerintah Demak hanya dalam waktu kurang lebih tiga tahun. Waktu yang relatif pendek untuk mengurus sebuah pemerintahan besar seperti Demak. Mangkatnya Pati Unus ini diikuti musyarawah Waliyul Amri untuk menentukan penggantinya. Pangeran Sekar dengan PD dan yakin dirinya yang terpilih menggantikan adiknya sebagai sultan Demak. Akan tetapi, yang diputuskan Waliyul Amri tidak demikian. Waliyul Amri mengangkat Trenggono sebagai sultan Demak pengganti Pati Unus. Sontak, marahlah Pangeran Sekar dengan keputusan Waliyul Amri ini. Dia merasa sudah bersabar selama tiga tahun untuk mendapatkan haknya ternyata tidak membuahkan hasil. Pangeran Sekar merasa dihianati, dianaktirikan, dizalimi Waliyul Amri.
Berbagai upaya
dilakukan Bupati Jipang Panolang ini untuk menunjukkan ketidakpuasan
terhadap pemerintahan Demak, khususnya Waliyul Amri. Pangeran sekar
berhasil mencuri Keris Brongot Setan Kober yang merupakan keris pusaka
keraton yang digunakan untuk upacara pelantikan Trenggono menjadi Sultan
Demak. Dengan keris pusaka itu Pangeran Sekar marah-marah di pendopo
Kesultanan Demak menuntut hak yang dirasanya dirampas oleh pemerintah
Demak.Untunglah tidak sampai terjadi kekisruhan yang begitu berbahaya
dari peristiwa itu.
Sunan Kudus, sebagai guru Pangeran Sekar, yang merupakan pemimpin Waliyul Amri berhasil meredam amarah Pangeran Sekar. Sunan Kudus berhasil membujuk Pangeran Sekar untuk tidak berbuat nekat. Keris Brongot Setan Kober berhasil diminta dan disimpan di Panti Kudus, sehingga tidak disalahgunakan oleh Pangeran Sekar.
Sunan Kudus, sebagai guru Pangeran Sekar, yang merupakan pemimpin Waliyul Amri berhasil meredam amarah Pangeran Sekar. Sunan Kudus berhasil membujuk Pangeran Sekar untuk tidak berbuat nekat. Keris Brongot Setan Kober berhasil diminta dan disimpan di Panti Kudus, sehingga tidak disalahgunakan oleh Pangeran Sekar.
Keris yang tersimpan di Panti Kudus dicuri oleh Bagus Mukmin (Prawoto) dan kemudian digunakan untuk menghabisi Pangeran Sekar di Kali Tuntang. Prawoto berpikir bahwa pembuat onar dan kekisruhan harus dimusnahkan. Pangeran Sekar dianggapnya akan mengkudeta pemerintahan ayahnya.
Wafatnya Pangeran Sekar ini meninggalkan empat orang istri yang masing-masing mengandung anaknya. Dari masing-masing istri inilah kemudian lahir Penangsang, Mataram, Panuntun, dan Panuntas. Penangsang dilahirkan dari istri Pangeran Sekar dari anak Bupati Jipang Panolang. Dengan demikian, kelak Penangsanglah yang menggantikan ayahandanya menjadi Bupati Jipang Panolang yang wilayahnya terluas di antara kabupaten-kabupaten lain di Demak.
Penangsang memimpin
Jipang Panolang sehingga menjadi sebuah kadipaten dari Kesultanan Demak
yang paling makmur, kaya, dan sejahtera. Bahkan warga Pajang yang
berbatasan langsung dengan Jipang Panolang, berbondong-bondong pindah ke
wilayah Kadipaten Jipang. Agar mendapat perhatian dari Jipang, agar
turut merasakan kemakmuran di wilayah pemerintahan Jipang.
Penangsang, sang pemimpin Jipang, memiliki watak yang tegas, keras dalam mempertahankan kebenaran dan keadilan. Penangsang begitu marah setiap kali ia disama-samakan dengan ayahandanya, Pangeran Sekar. Ia lebih memilih menjadi dirinya sendiri.
Sultan Trenggono hendak menaklukkan Blambangan yang belum juga mau bergabung dengan Demak Bintoro. Blambangan malah bekerja sama dengan Portugis di Malaka. Dalam perjalanan menuju Blambangan, Trenggono gugur oleh seorang penyusup. Musuh itu menyusup menjadi abdi dalem pembawa tempolong, tempat untuk meludah Sang Raja dari hasil kunyahan kinang.
Wafatnya Trenggono memunculkan permasalahan tentang siapa penggantinya. Sunan Kudus menjagokan Penangsang untuk diusulkan pada rapat dewan Wali. Sunan Kalijogo dan Sunan Muria mengusulkan Bagus Mukmin, nama kecil Raden Prawoto. Penangsang dengan tegas menolak pinangan Sunan Kudus. Ia berdalih ingin memajukan Jipang saja. Dia tidak tertarik untuk menjadi Sultan Demak. Akhirnya dengan berbagai bujuk rayu, Penangsang akhirnya mengiyakan pinangan tersebut.
Di sisi lain Bagus Mukmin pun menolak untuk dicalonkan menjadi Sultan Demak. Ia merasa tidak pantas. Tanganya mulai ringkih, matanya buta, kondisi fisik yang tak lagi prima untuk memimpin sebuah kerajaan besar sekaliber Demak Bintoro. Ragu, bimbang, dia bingung menyelimuti pikiran Mukmin hingga menjelang hari digelarnya Rapat Musyawarah Waliyul Amri. Ia juga dihantui rasa bersalah atas tindakan yang dilakukannya sebagai dalang atas Tragedi Kali Tuntang yang menyebabkan Pangeran Sekar terbunuh.
Hingga akhirnya rapat Waliyul Amri pun digelar dengan suara Mayoritas memilih Bagus Mukmin. Ketika ditanyakan kepada Mukmin: “Apakah bersedia untuk menjadi Sultan Demak, Bagus Mukmin hanya diam dalam kebutaannya. Diamnya dianggap menyetujui oleh Dewan Wali. Mukmin semakin gugup, bingung tak tahu harus berbuat apa. Padahal jauh-jauh hari ia sudah mengungkapkan bahwa dia tidak mau untuk dicalonkan menjadi Sultan Demak. Itu pulalah yang membuat Penangsang mau mendatangi Rapat Dewan Wali. Sedianya ia tidak mau datang sama sekali. Sunan Kudus menyatakan bahwa jika Penangsang tidak mau datang, sebagai calon Sunan Demak maka Kerajaan Demak Bintoro terancam mengalami kekosongan raja.
Namun setelah terjadi pemilihan Sultan Demak, dihasilkan keputusan bahwa Mukmin sebagai Sultan Demak Bintoro pengganti Sultan Trenggono. Marahlah Penangsang atas kejadian itu. Bukan kemarahan karena dia yang tidak terpilih. Namun ia marah karena informasi yang selama ini diterimanya tidak benar. Informasi bahwa Mukmin menolak dicalonkan menjadi Sultan Demak. Ia merasa dibohongi. Ia merasa dipermainkan atas kejadian tersebut. Ia merasa dipermalukan di rapat Dewan Wali seolah dia menjagokan diri lalu kalah dengan Mukmin. Padahal tidak sama sekali. Ia sedikit pun tidak tertarik dengna tahta sebagai Sultan Demak.
-------------------------------------------------------------------
Sumber: http://haryosongosongo.blogspot.com
ahaa....
ReplyDeleteInspiratif
ReplyDelete