Buku Pramoedya ini menggambarkan perjalanan hidup seorang wanita
(Midah) yang begitu menyentuh. Midah seorang gadis manis anak Haji Abdul
pedagang dari kampung Cibatok tetapi sudah tinggal di Jakarta.
Kehadirannya di dunia ini begitu dinanti oleh kedua orang tuanya,
sebelum lahir adik-adiknya, Midah begitu dimanja dan dikasihi orang
tuanya. Tetapi begitu adik-adiknya lahir, kasih sayang dan kemanjaan
yang dulu sempat dikecapnya tak pernah dirasakannya lagi. Hingga pada
akhirnya ia mencari sendiri kebahagiaan diluar rumah. Kesenangannya akan
musik juga berubah jalur, dimana semenjak kecil ayahnya selalu
memperdengarkan lagu-lagu Umi Kalsum, Midah pun mulai menyukai lagu-lagu
keroncong yang lebih mengena dihatinya.
Sang ayah yang merasa tidak
sesuai dengan selera musik Midah, merusak koleksi piringan hitam
lagu-lagu keroncong Midah, hal itu menorehkan luka di hati Midah.
Beranjak dewasa Midah dijodohkan oleh ayahnya yang seorang haji dengan
kenalannya yang seorang haji juga. Akhirnya Midah dikawinkan dengan Haji
Terbus dari kampung Cibatok. Orangnya gagah, makmur, tegap, berkumis
lebat dan bermata tajam. Sayang Midah baru tahu istrinya sudah banyak
ketika dia sudah hamil tiga bulan. Midah pun lari dari suaminya. Merasa
tidak menemukan kedamaian dalam pernikahannya, Midah pun melarikan diri
dari suaminya dengan membawa buah hatinya yang masih dalam kandungan.
Di sinilah konflik bermula saat Midah yang terbiasa hidup
berkecukupan sekarang meninggalkan semua kemewahannya dan hidup
melanglang buana tanpa tahu harus tinggal dimana. Tidak berani langsung
ke rumah orang tuanya, Midah menuju rumah Riah, pembantunya dulu. Riah
menyampaikan kabar ini kepada haji Abdul. Reaksinya marah sehingga Midah
terpaksa pergi. Dia lantas bertemu dan bergabung dengan sebuah kelompok
pengamen keroncong.
Dalam keadaan hamil Midah, yang dipanggil si manis,
ikut berkeliling untuk menyanyi. Di tengah kesulitan – tidak punya uang
dan tidak punya suami- Midah melahirkan anaknya. Bidan dan karyawan
rumah sakit memperlakukannya dengan sinis dan kejam. Ketika mau keluar,
bayinya telanjang, tidak diberi pakaian apapun. Di penginapan tempat
rombongan pengamen tidur dia disambut dengan dingin. Tapi kepala
rombongan mau mengawininya. Midah bingung karena dia belum resmi cerai.
Dia menolak sehingga dia dibenci. Ketika sedang menyusui anaknya, Midah
bertemu Riah. Midah tidak mau diajak pulang. Riah mengikuti dan melihat
bagaimana anak mantan majikannya mengamen keliling. Untuk memenangkan
persaingan dengan Nini penyayi lain di rombongan, Midah pasang gigi
emas.
Akibatnya konflik menajam dan dia tinggalkan rombongan itu. Midah
sangat menyayangi anaknya dan perjuangannya tak hanya sampai di situ.
Midah tak kenal lelah, Midah sangat menyayangi anaknya dan perjuangannya
tak hanya sampai disitu. Berita tentang Midah sampai ke Haji Abdul yang
sudah surut usahanya. Dia terguncang. Dengan sedih dicarinya Midah ke
berbagai tempat. Sayang usahanya gagal sehingga dia jatuh sakit. Siang
malam Haji Abdul tenggelam dalam zikir. Midah menyanyi di daerah
Jatinegara.
Hati Midah yang kosong akan hadirnya seorang laki-laki akhirnya
menemukan sang pujaan hati, seorang polisi yang bernama Ahmad, dia yang
dulu pernah membela Midah dari perlakuan kasar orang-orang di dalam
rombongan keroncongnya. Kebetulan juga polisi ini juga menyukai seni
musik dan memperkenalkan Midah pada dunia radio dan mengajak Midah
menyanyi di sana. Dia melatih Midah menyayi. Midah akhirnya menyayi di
radio. Suatu ketika orang tuanya mendengarkan. Ibunya lantas mencarinya.
Akhirnya dia temukan rumah Midah. Ketika dia datang hanya bertemu
Rodjali anak Midah. Rodjali dibawanya pulang.
Midah merasakan kedamaian di dekat sang polisi ini dan tanpa
diragukannya lagi, Midah mencurahkan segala rasa yang dimilikinya kepada
pujaan hatinya. Sampai-sampai Midah rela menyerahkan tubuhnya kepada
sang pujaan hati.
Suatu hari Midah sampaikan pada Ahmad bahwa dia sudah hamil. Saat
Midah positif mengandung anak dari sang polisi ini, ia pun
menyampaikannya dan meminta pengakuan atas sang jabang bayi ini, sungguh
tak disangka reaksi dari pujaan hatinya, dia menuduh Midah sengaja
menjebaknya dan mengatakan bahwa janin yang bersemayam dikandungan Midah
bukanlah anaknya karena banyak laki-laki yang dekat pada Midah dan
Midah dituduhnya yang tidak-tidak.
Bukan Midah namanya bila tidak tegar menghadapi semua ini, meskipun
air mata bercucuran Midah hanya minta dikuatkan hatinya dan tetap
berjuang mempertahankan buah cintanya dengan sang polisi. Akhirnya Midah
kembali ke rumah orang tuanya, sekalipun Midah sudah kembali ke rumah
orang tuanya, ia tetap merasa tak pantas untuk tinggal di sana karena
kandungannya yang tak berayah akan menjadi hinaan orang bagi
keluarganya. Midah akhirnya menitipkan anak pertamanya pada orang
tuanya, supaya si anak mendapatkan perlindungan dan kasih sayang yang
sepantasnya dia dapat. Midah tetap memutuskan untuk meninggalkan rumah
dengan membawa anak keduanya yang belum lahir.
Kekecewaannya terhadap sang pujaan hati membawa Midah untuk mencari
pelampiasan cintanya dari satu laki-laki ke laki-laki yang lain. Ironi
sekali nasib yang dialami Midah.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: afifah rinjadi, Blog Mahasiswa Universitas Brawijaya
No comments:
Post a Comment