Minke, seorang anak bupati dari provinsi jawa timur adalah seorang pribumi yang banyak mengecap pendidikan Eropa. Hal ini membuat pandangannya berbeda dari pandangan kaum pribumi kebanyakan. Ia adalah seorang pekerja keras, pandai, dan pantang menyerah. Tidak seperti kebanyakan pribumi yang dalam bahasa Jawa disebutkan sebagai bangsa yang “ Alon – alon waton klakon dan Ntrimo ing pandum “ ( sedikit – sedikit asal tetap berjalan, dan menerima apa adanya ).
Minke memasuki sekolah STOVIA, sekolah dokter Jawa. Baru sehari ia berada di asrama, ia sudah membuat ulah. Perpeloncohan yang dilakukan oleh para seniornya membuat Minke marah. Perpeloncohan itu dirasa keterlaluan oleh Minke. Minke dilucuti tanpa pakaian di dalam kamar, kemudian dijadikan sebagai bahan olok – olokkan. Minke tidak bisa mengendalikan amarahnya. Ia meninju salah seorang seniornya hingga dua giginya rontok. Kejadian ini tidak membuat para senior marah, tetapi justru membuat mereka sadar setelah Minke mengatakan bahwa tidak pantas seorang intelek berbuat semacam itu.
Hari demi hari dilalui oleh Minke di dalam asrama. Sering sekali Minke mendapat teguran dari direktur asrama karena ketidak disiplinannya. Sedari remaja Minke sudah aktif mengikuti perkumpulan dan pertemuan – pertemuan. Ia juga aktif dalam menulis. Sampai pada suatu hari, ia diundang untuk menghadiri acara gubernur jenderal Hindia Belanda. Undangan ini membuat direktur asrama segan dan sering memberikan dispensasi kepada Minke.
Suatu hari Minke dititipi surat oleh sahabatnya dari Tionghoa. Sahabat itu pernah ditolong oleh Minke ketika menghadapi kesulitan untuk memperjuangkan nasionalisme di Cina. Melalui surat itu, terjadilah perkenalan antara Minke dengan Ang Sang Mei, seorang gadis Tionghoa yang mengabdikan dirinya untuk nasionalisme Cina.
Pertemua demi peretemuan sering mereka lakukan. Sampai pada suatu hari Ang San Mei jatuh sakit dan dirawat oleh Minke hingga sembuh. Sekian waktu berjalan membuat mereka jatuh hati. Dengan masih menyandang setatus sebagai pelajar STOVIA, Minke melamar Ang Sang Mei. Kesibukannya bersama sang isteri membuat Minke sering menduakan sekolahnya. Akibatnya pelajaran Minke mulai ketinggalan, dank arena nilainya yang jelek, ia dikeluarkan dari STOVIA dan harus mengganti semua biaya asrama dan biaya belajarnya selama ini.
Penyakit yang diderita Mei semakin lama semakin parah, ditambah lagi dengan aktifitasnya sebagai seorang pergerakan yang semakin padat. Hal ini membuatnya kalah melawan penyakit tersebut. Mei meninggal dalam usia yang masih cukup muda. Ketika akan meninggalkan suaminya, Mei berpesan agar Minke merealisasikan perjuangan bangsanya dengan cara membuat organisasi. Semangat yang ditiupknan isterinya membuat semangat Minke berkobar. Mula – mula ia mendirikan sebuah organisasi yang ia namai Syarikat Dagang Islam. Organisasi ini tumbuh menjadi organisasi yang besar.
Sebelum Syarikat Dagang Islam terbentuk, organisasi yang pertama kali muncul di Indonesia pada masa kependudukan Belanda adalah organisasi – organisasi bangsa Eropa, disusul organisasi – organisasi bangsa Tionghoa, baru kemudian organisasi pribumi. Ditengah kesibukannya menjalankan Syarikat Islam, ia mulai mendirika sebuah penerbitan bulanan untuk menyuarakan semua aspirasinya. Minke mendirikan penerbitan Medan. Semakin lama pembaca Medan semakin banyak. Akhirnya Medan diubah menjadi Koran harian.
Medan memuat bermacam – macam surat pembaca yang sebagian besar berisi kritik terhadap pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Salah satu surat berasal dari seorang putri raja yang ikut dibuang di tanah jawa bersama ayahnya. Ia minta tolong agar Minke mau membantunya untuk pergi ke kampung halamannya. Walaupun hubungan Minke dekat dengan Gubernur, tetapi ia tidak bias membantu sang putri.
Untuk meredam gerakan Sang putri, Gubernur menyuruh sang raja untuk mengawinkan putri. Sang raja terpesona dengan tindakan – tindakan Minke, dan ia menyuruh Minke untuk menjadi menantunya. Bersama Prinses Kasiruta, Minke melanjutkan perjuangan organisasinya. Suara organisasi semakin lama semakin lantang menentang pemerintahan Gubernur. Gubernur hanya memperingatkan Minke dengan halus agar berhati – hati dengan tulisannya, karena sebentar lagi ia akan digantikan dengan Gubernur yang baru, dengan begitu maka tidak aka nada lagi yang melindunginya.
Pergantian Gubernur telah membuat warna baru di Indonesia. Ia sangat berhati – hati terhadap segala macam perlawanan dalam bentuk organisasi. Segala macam organisasi yang melawan pemerintahannya akan ia awasi dengan hati – hati.
Minke memasuki sekolah STOVIA, sekolah dokter Jawa. Baru sehari ia berada di asrama, ia sudah membuat ulah. Perpeloncohan yang dilakukan oleh para seniornya membuat Minke marah. Perpeloncohan itu dirasa keterlaluan oleh Minke. Minke dilucuti tanpa pakaian di dalam kamar, kemudian dijadikan sebagai bahan olok – olokkan. Minke tidak bisa mengendalikan amarahnya. Ia meninju salah seorang seniornya hingga dua giginya rontok. Kejadian ini tidak membuat para senior marah, tetapi justru membuat mereka sadar setelah Minke mengatakan bahwa tidak pantas seorang intelek berbuat semacam itu.
Hari demi hari dilalui oleh Minke di dalam asrama. Sering sekali Minke mendapat teguran dari direktur asrama karena ketidak disiplinannya. Sedari remaja Minke sudah aktif mengikuti perkumpulan dan pertemuan – pertemuan. Ia juga aktif dalam menulis. Sampai pada suatu hari, ia diundang untuk menghadiri acara gubernur jenderal Hindia Belanda. Undangan ini membuat direktur asrama segan dan sering memberikan dispensasi kepada Minke.
Suatu hari Minke dititipi surat oleh sahabatnya dari Tionghoa. Sahabat itu pernah ditolong oleh Minke ketika menghadapi kesulitan untuk memperjuangkan nasionalisme di Cina. Melalui surat itu, terjadilah perkenalan antara Minke dengan Ang Sang Mei, seorang gadis Tionghoa yang mengabdikan dirinya untuk nasionalisme Cina.
Pertemua demi peretemuan sering mereka lakukan. Sampai pada suatu hari Ang San Mei jatuh sakit dan dirawat oleh Minke hingga sembuh. Sekian waktu berjalan membuat mereka jatuh hati. Dengan masih menyandang setatus sebagai pelajar STOVIA, Minke melamar Ang Sang Mei. Kesibukannya bersama sang isteri membuat Minke sering menduakan sekolahnya. Akibatnya pelajaran Minke mulai ketinggalan, dank arena nilainya yang jelek, ia dikeluarkan dari STOVIA dan harus mengganti semua biaya asrama dan biaya belajarnya selama ini.
Penyakit yang diderita Mei semakin lama semakin parah, ditambah lagi dengan aktifitasnya sebagai seorang pergerakan yang semakin padat. Hal ini membuatnya kalah melawan penyakit tersebut. Mei meninggal dalam usia yang masih cukup muda. Ketika akan meninggalkan suaminya, Mei berpesan agar Minke merealisasikan perjuangan bangsanya dengan cara membuat organisasi. Semangat yang ditiupknan isterinya membuat semangat Minke berkobar. Mula – mula ia mendirikan sebuah organisasi yang ia namai Syarikat Dagang Islam. Organisasi ini tumbuh menjadi organisasi yang besar.
Sebelum Syarikat Dagang Islam terbentuk, organisasi yang pertama kali muncul di Indonesia pada masa kependudukan Belanda adalah organisasi – organisasi bangsa Eropa, disusul organisasi – organisasi bangsa Tionghoa, baru kemudian organisasi pribumi. Ditengah kesibukannya menjalankan Syarikat Islam, ia mulai mendirika sebuah penerbitan bulanan untuk menyuarakan semua aspirasinya. Minke mendirikan penerbitan Medan. Semakin lama pembaca Medan semakin banyak. Akhirnya Medan diubah menjadi Koran harian.
Medan memuat bermacam – macam surat pembaca yang sebagian besar berisi kritik terhadap pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Salah satu surat berasal dari seorang putri raja yang ikut dibuang di tanah jawa bersama ayahnya. Ia minta tolong agar Minke mau membantunya untuk pergi ke kampung halamannya. Walaupun hubungan Minke dekat dengan Gubernur, tetapi ia tidak bias membantu sang putri.
Untuk meredam gerakan Sang putri, Gubernur menyuruh sang raja untuk mengawinkan putri. Sang raja terpesona dengan tindakan – tindakan Minke, dan ia menyuruh Minke untuk menjadi menantunya. Bersama Prinses Kasiruta, Minke melanjutkan perjuangan organisasinya. Suara organisasi semakin lama semakin lantang menentang pemerintahan Gubernur. Gubernur hanya memperingatkan Minke dengan halus agar berhati – hati dengan tulisannya, karena sebentar lagi ia akan digantikan dengan Gubernur yang baru, dengan begitu maka tidak aka nada lagi yang melindunginya.
Pergantian Gubernur telah membuat warna baru di Indonesia. Ia sangat berhati – hati terhadap segala macam perlawanan dalam bentuk organisasi. Segala macam organisasi yang melawan pemerintahannya akan ia awasi dengan hati – hati.
Minke merupakan tokoh Syarikat Dagang Islam yang berbahaya bagi pemerintahan Belanda. Ia merupakan pioner kebangkitan organisasi – organisasi pribumi. Melalui sebuah peristiwa yang sudah dirancang oleh pemerintah Belanda, diciptakanlah sebuah insiden yang membuat Minke kelihatan bersalah terhadap pemerintah Hindia Belanda. Akhirnya ia dibuang ke luar Jawa.
--------------------------------------------------------------
Sumber: http://abicabin.blogspot.com
No comments:
Post a Comment