Awal
cerita novel Padang Bulan karya Andrea Hirata ini bermula dari kisah
seorang perempuan yang bernama Syalimah yang menceritakan pengalamannya
saat pertama kali dekat dengan Zamzami, dimana Zamzami adalah orang yang
pertama dan terakhir yang memberikan ia sebuah kejutan. Syalimah
mendapatkan sebuah kejutan berupa sepeda baru Sim King made in RRC yang sudah ia idam-idamkan sejak dulu. Zamzami
yang sangat menyayangi istri, Syalimah dan anaknya. Kecintaan Zamzami
kepada Enong, anak perempuan sekaligus sulung, digambarkan Andrea dengan
upaya Zamzani membelikannya kamus Bahasa Inggris Satu Miliar Kata,
karena Enong memang sangat senang terhadap pelajaran Bahasa Inggris.
“Satu miliar itu banyak sekali Nong. Ayah pun tak tahu berapa jumlah
nolnya. Tujuh belas barangkali,” (hal 12).
Akan
tetapi kebahagiaan Syalimah tidak berlangsung lama. Kecelakaan tragis
menimpa suaminya, Zamzami. Zamzami tertimbun tanah. Syalimah terpaku di
tempatnya berdiri. Nafasnya tercekat, ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Syalimah berlari dan menggali tanah dengan tangannya sambil
tersedak-sedak memanggil-manggil suaminya. Keadaan semakin sulit karena
hujan turun. Tanah yang menimbun Zamzami berubah menjadi lumpur. Galian
demi galian terus dilakukan Syalimah, tiba-tiba Syalimah melihat tangan
dari Zamzami suaminya. Para penambang lainnya menarik tangan Zamzami,
lelaki kurus itu tampak seperti tak bertulang, Zamzami diam tak bergerak
semuanya telah terlambat. Akibat dari kejaian itulah Syalimah
kehilangan tulang punggung keluarga.
Akibatnya
gadis kecilnya yang berusia 12 tahun, yang bernama Enong harus rela ia
jadikan korban. Enong sangat gemar pada pelajaran bahasa Inggris, namun
terpaksa harus berhenti sekolah lantaran ayahnya meninggal, Enong terpaksa harus berhenti dari bangku sekolah kelas 6 dan Enong harus mengambil alih seluruh tanggung jawab keluarga. Kendati
tidak meneruskan sekolah, namun semangat Enong untuk menguasai Bahasa
Inggris tetap kuat. Berbagai usaha telah dilakukan Enong demi untuk
memperoleh sebuah pekerjaaan. Enong sadar gadis seusia dia sangat susah
untuk memperoleh pekerjaan, karena Enong sama sekali tidak memiliki
keahlian. Jangankan keahlian untuk bekerja ijazah SD saja Enong belum
memperolehnya.
Syalimah,
ibunda Enong dari kemarin telah menyiapkan keberangkatan Enong ke
Tanjung Pandan, tapi ia tak sanggup. Jika melihat tas yang akan dibawa
putrinya, air matanya berlinang. Satu-satunya yang ia bisa lakukan
hanyalah menyenangkan hati anaknya, dan itu mungkin ia lakukan jika ia
sendiri tampak kalah atas situasi yang menjepit mereka. Maka Syalimah
selalu meyembunyikan kesedihannya. Namun, pertahanan yang sesungguhnya
rapuh itu runtuh hari ini waktu ia melihat Enong menyimpan buku-buku
sekolahnya di bawah dipan. Enong menyimpan semua buku, kecuali Kamus Bahasa Inggris Satu Milliar Kata hadiah
dari ayahnya dulu. Katanya ia akan membawa kamus itu kemana pun ia
pergi. Tangis Syalimah terhambur. Ia tersedu sedan dan memohon maaf pada
putri kecilnya itu. Keesokan harinya Syalimah dan putrinya Enong
melintasi padang ilalang , meloncati parit –parit kecil galian tambang,
memotong jalan menuju jalur truk-truk timah yang akan berangkat ke
Pelabuhan Tanjung Pandan. Saat itu juga Enong berpisah dengan Syalimah
ibunya.
Enong
langsung hilir mudik di pasar menawar-nawarkan diri untuk bekerja apa
saja. Namun tak semudah yang disangka. Juragan menyuruhnya pulang dan
kembali ke sekolah. Banyak yang mengusirnya dengan kasar. Ketika ditanya
ijazah, ia hanya bisa menjawab bahwa ia hampir tamat SD. Ia pun
ditampik untuk pekerjaan rumah tangga atau pabrik karena tampak sangat
kurus dan lemah. Penolakan demi penolakan ini ia alami berkali-kali
selama berhari-hari. Enong tak berkecil hati. Kejadian itu memberinya
pelajaran yang berharga. Bukanya sedih karena tak dipedulikan, ia malah
senang sebab lain waktu ia tahu apa yang harus dilakukan.
Akhirnya Enong memutuskan bekerja menjadi pendulang timah. Pendulang timah perempuan pertama di dunia ini telah lahir. Pekerjaan mendulang
timah amat kasar. Berlipat-lipat lebih kasar dari memarut kelapa,
menyiangi kepiting, kerja di pabrik es, tukang cuci atau sekadar menjaga
toko. Pendulang timah dipanggil kuli mentah, artinya kuli yang paling
kuli. Jabatan di bawah mereka hanya kuda beban dan sapi
pembajak.pendulang berendam seharian di dalam air setinggi pinggang dan
ditikam langsung tajamnya sinar matahari. Berkubik tanah basah bercampur
batu dan kaolin sehingga sangat berat, harus dimuat ke dalam dulang,
yang juga beratnya tak kepalang. Sendi pinggang yang tak kuat dapat
bergeser.
Radang
sendi, wabah kaki gajah, penyakit kulit yang aneh karena virus lumpur,
paru-paru yang hancur karena selalu menahan dingin dengan terus-menerus
merokok, dan lantaran miskin, rokok yang dibeli adalah rokok murah
sekali yang tak karuan asal muasalnya. Namun putri kecil Syalimah itu
gembira bukan main mendapat pekerjaan baru sebagai pendulang timah
karena pekerjaan itu tak mengharuskannya memoles gincu, berbedak,
berdandan, dan tak perlu membuatnya berbaju berlapis-lapis dan memang
karena ia memang tak punya pilihan lain. Hal itu dilakukan Enong
semata-mata hanya untuk keluarganya tercinta.
Hari
demi hari pasir menipu Enong. Jika ia merasa lelah, ia membuka lagi
kamus bahasa Inggris Satu Miliar kata pemberian ayahnya, Zamzami. Disisi
lain, lokasi tambang timah itu adalah tanah perebutan yang tak jarang
menimbulkan keributan, bahkan pertumpahan darah. Ini perkara sensitive.
Jika petani bergantung pada apa yang ditanam, penambang bergantung pada
lahan yang dikuasai. Perjuangan Enong membuahkan hasil. Perempuan kecil
yang berusia 12 tahun itu akhirnya mampu mendapatkan timah. Antara
kagum, malu, iri, mereka kesulitan memulang-mulangkan kata
meremehkan mereka pada Enong selama ini. Enong tak memikul timah
sekarung seperti pendulang pria lainnya. Timahnya hanya sekaleng susu
kecil, tapi lebih dari cukup membeli sepuluh kilogram beras.
Enong bangga tak terkira. Ia berhasil membeli beras untuk ibu dan saudara-saudaranya.Bersemangat
setelah mendapat timah pertama, Enong semakin giat bekerja. Ia tidak
tahu, di pasar, dibalik gelapnya subuh, pria-pria bermata jahat di
tempat juru taksir itu telah bersiap membuntutinya. Mereka
ingin mengintai lokasi Enong mendapat timah. Siang itu, ketika tengah
menggali tanah, Enong mendengar salak anjing. Salak dari begitu banyak
anjing. Ia berbalik dan terkejut melihat beberapa orang pria berlari
menyongsongnya dari pinggir hutan sambil mengucung-acungkan parang,
panah, dan senapan rakitan. Mereka berteriak-teriak mengancam dan
melepaskan tali yang mengekang leher belasan ekor anjing pemburu. Enong
sadar mungkin ia telah memasuki lahan orang. Ia maklum akan bahaya besar
baginya. Ia berlari menyelamatkan diri. Melihatnya kabur, orang-orang
itu makin bernafsu mengejarnya. Mereka mengokang senapan rakitan,
menembaki dan memanahnya. Enong pontang panting menerobos gulma. Ia
panik mendengar letusan senjata dan melihat anak-anak panah berdesing di
dekatnya.
Salak
anjing meraung-raung. Enong diburu seperti pelanduk. Ia berlari sekuat
tenaga karena takut diperkosa dan dibunuh. Ia tak memedulikan kaki
telanjangnya.yang berdarah karena duri dan pokok kayu yang tajam.
Malangnya, ia tak dapat berlari lebih jauh karena di depannya mengadang
tebing yang curam. Di bawah tebing itu mengakir sungai yang
berjeram-jeram. Enong menoleh kebelakang, anjing-anjing pemburu sudah
dekat. Ia berlari menuju tebing dan tanpa ragu ia meloncat. Tubuh
kecilnya melayang, lalu berdentum dipermukaan sungai. Ia tenggellam bak
batu, tak muncul lagi.
Enong
lolos dari orang-orang yang memburunya karena nekat terjun dari tebing
hulu sungai. Harapannya untuk selamat sangat kecil, namun dimakan buaya,
mati terbentur batu di dasar sungai, atau tewas tenggelam, jauh lebih
baik diperkosa dan dibunuh. Ditengah hutan itu, hukum tak berlaku, tak
seorangpun akan menolongnya. Kepalanya terhempas di dasar sungai. Ia
pingsan. Arus yang deras mengombang-ambingnya sekaligus membuatnya
terlepas dari incaran buaya. Ia terlonjak-lonjak menuju hilir. Ia masih
bernafas. Ketika ia sadar ia mendapati dirinya tersangkut di akar bakau.
Rembulan kelam terpantul di atas sungai yang keruh. Ia bangkit dengan
susah payah, compang-camping. Kepalanya terluka dan mengeluarkan darah.
Ia terseok-seok meninggalkan muara.
Sungguh
mengerikan apa yang telah ia alami. Beberapa hari Enong tak berani
keluar rumah. Ia tak pernah menceritakan kejadian itu kepada siapa pun.
Tidak juga pada ibunya. Sejak itu Enong tak bisa mendengar suara anjing
menggonggong. Jika mendengarnya, ia merinding ketakutan. Kejadia itu
telah membuat Enong trauma. Namun, di rumah itu ia dihadapkan pada
pilihan yang amat sulit. Ia berusaha melupakan kejadian yang menakutkan
itu. Ia harus kembali menambang karena ia, adik-adik, dan ibunya, sudah
memasuki tahap terancam kelaparan.
Suatu ketika, dalam perjalanan menuju ladang tambang, Enong mendadak berhenti di muka Warung Kopi Bunga Seroja. Enong
tertegun disamping sepedanya. Tubuhnya gemetar melihat wajah-wajah
lelaki sangar yang minggu lalu memburunya di hutan. Mereka mengelilingi
seorang pria yang tampak amat disegani. Ia paham bahwa lelaki-lelaki
pemburunya itu adalah orang bayaran pria itu. Dibenamkannya wajah pria
itu ke dalam benaknya. Kemudian, setelah sekian lama menatap wajah
lelaki itu, Enong mendengar salakan belasan ekor anjing yang ganas,
memekakkan telinganya. Padahal, tak ada seekor pun anjing di situ. Enong
ketakutan dan menutup telingannya dengan tangan sehingga sepedanya
terjatuh. Pria itu tak menyadari bahwa Enong sedang berada di dekatnya,
bahwa saat itu mereka tersiap ke dalam pusaran nasib yang sama, dan
ketika nanti mereka berjumpa lagi, Enong yang teraniaya akan membatalkan
pria kejam itu dari ambisi terbesarnya.
Di
sisi lain novel ini menceritakan tentang perjalanan cinta antara Ikal
dengan A Ling. Dalam kesendiriannya Ikal bergumam dalam hati. Bulan
Oktober tahun ini, dadaku hanya berdebar untuk tanggal 23 menunggu hujan
pertama, tapi juga untuk ayahku. Tak pernah terbayangkan
aku akan berada dalam situasi seperti ini aku memusuhi ayahku sendiri.
Genap sebulan kutinggalkan rumah. Kecewa pada ayah. Alasannya sungguh
“Absurd”; Cinta. Aku menumpang di rumah Mapangi,orang bersarung kawan
lamaku. Sering sepupu-sepupuku datang diutus Ayah untuk membujukku untuk
pulang ke rumah.
"Semuanya
tentu akan berbeda andai saja ayah menerima A Ling. Sekarang, saban
hari aku menunggu Mualim Syahbana melayarkan perahunya. Akan kubawa lari
saja perempuan Tionghoa itu. Kubawa lari ke Jakarta. Meski itu
terang-terangan, seterang matahari di atas ubun-ubun, bahwa aku melawan
ayahku sendiri. Sungguh menyedihkan keadaan ini. Aku telah banyak
mengalami peristiwa buruk, namun permusuhan dengan ayah merupakan hal
terburuk yang pernah terjadi dalam hidup aku. Tak pernah, tak pernah
meski hanya sekali sebelumnya menentang ayah. Aku telah dibesarkan
dengan cara bahwa memusuhi orangtua adalah sesuatu yang tak mungkin
terjadi. Apa yang kulakukan sekarang, seumpama burung ranggon melawan
angin. Dua hal yang diciptakan tidak saling bertentangan.
"Berulang
kali kusesali mengapa ayah musti berada di tengah pilihan yang runyam
ini. Mengapa ia yang tidak mengatakan tidak padaku, mengatakan tidak
untuk sesuatu yang paling kuinginkan. Sungguh jiwaku tidak kuat jika
harus memusuhi ayahku sendiri, namun kemungkinan lain yang tak dapat
kutanggungkan adalah jika aku harus kehilangan perempuan Tionghoa itu. Itu bak sendi pada buku-buku jemariku. Ia bak arus dalam sungaiku. Aku tak sanggup, tak sanggup."
Ikal
menyadari bahwa yang bisa membantunya adalah Detektif M.Nur. segala
usaha telah dilakukan oleh Ikal dan Detektif M. Nur untuk mendapatkan A
Ling namun tetap saja gagal. Sesuatu telah terjadi, detektif M.Nur
mengatakan kepada Ikal kalau A Ling sudah bertunangan dengan Zinar. Namun,
kebahagiaan Ikal hanya sementara, karena A Ling ternyata telah
dijodohkan dengan lelaki pemilik toko kelontong yang menjual gula dan
tembakau bernama Zinar. Lelaki yang secara fisik dan finansial lebih
baik dari Ikal memang berbeda kelas dengannya.
Jadi,
teruslah novel Padang Bulan menjadi tempat Andrea menceritakan kegilaan
Ikal yang lain karena terbakar api cemburu. Ikal yang menginginkan A
Ling kembali berboncengan sepeda dengannya melakukan upaya sportif untuk
mengalahkan Zinar. Caranya?bertanding dengan Zinar dalam olahraga catur
dan sepakbola (Ikal gagal masuk tim voli, alasannya sebaiknya Anda baca
sendiri) dalam acara lomba 17 Agustus-an.
Mengenai
keinginan Ikal melawan Zinar bermain catur juga membawa kelucuan
tersendiri saat ia berkata kepada Ibunya mengenai hal ini;
“Jadi,
kau pikir hanya karena kau punya kawan seorang guru catur di negeri
antah berantah sana, lalu kau bisa main catur?….Keluarkan
ijazah-ijazahmu,”
“Aku
cemas apa yang akan dilakukan ibu,,,,kupikir ia akan mencampakkannya ke
tungku, dihamburkan ke pekarangan atau dilemparkan ke dalam sumur, tapi
tidak. Ibu membawanya ke ambang jendela. Ia membuka map itu, lalu
menerawang ijazahku satu per satu di bawah sinar matahari.”
“Kutaksir, ijazah-ijazahmu ini banyak yang palsu, Bujang.” (hal 148)
Berbagai
cara gila yang Ikal lakukan untuk mendapatkan kembali cinta A Ling
hampir menjadikannya menjadi bujang lapuk yang mati muda, hanya karena
keteledorannya menggunakan Octoceria.
Love walks on two feet just like a human being
It stands up on tiptoes of insanity and misery
Insanity
(kegilaan) dan misery (kesengsaraan) yang menjadi kata kerja yang
dialami Ikal karena patah hati ditinggalkan A Ling. Puncaknya, A Ling
datang ke rumah Ikal tepat saat ia sudah mengibarkan bendera putih
kepada Zinar dan berketetapan untuk pergi merantau mencari kerja di
Jakarta. Terlebih kedatangan A Ling adalah untuk memberikan undangan
pernikahannya dengan Zinar. Saat Ikal datang ke pernikahan A Ling dengan
Zinar, ia menyelipkan secarik puisi yang ia gubah sewaktu SD dulu saat
perasaan aneh itu hinggap saat melihat kuku-kuku cantik A Ling;
Komidi berputar pelan
Lampu-lampu dinyalakan
Komidi melingkar tenang
Hatiku terang
Terang benderang menandingi bulan
Entahlah,
nampaknya Ikal memang berbakat alami sebagai penyair puisi, selain
puisi tersebut, Ikal pun secara spontan membantu Enong membuat tugas
menulis puisi dalam kursus Bahasa Inggrisnya berjudul Bulan di Atas Kota
Kecilku yang Ditinggalkan Zaman, yang dalam Bahasa Inggrisnya pun
menurut saya tetap bernuansa klise sekaligus lucu.
Novel
Padang Bulan juga memperkenalkan Detektif M Nur dengan hewan merpati
kesayangannya bernama Jose Rizal sebagai salah satu tokoh baru yang
cukup dominan selain Enong. Lelaki yang dituliskan sebagai tetangga Ikal
ini memancing pertanyaan serupa dengan Arai dalam cerita Laskar
Pelangi. Kemana Detektif M Nur yang bernama Ichsanul Maimun bin Nurdin
Mustamin berada saat masa kecil Ikal bersama laskarnya?
Namun,
hal itu tidaklah menjadi persoalan, selain karena detektif melayu
partikelir ini menjadi tokoh kunci pada novel lanjutannya di Cinta di
Dalam Gelas, ia pun memiliki karakteristik yang kuat sebagai pendamping
Ikal dalam dwilogi ini, lagi-lagi layaknya Arai dalam Sang Pemimpi dan
Edensor. Andrea pun menaruh satu sub bab tersendiri untuk mendukung
latar belakang detektif nyentrik ini.
“Badannya
kecil, kulitnya gelap, rambutnya keriting kecil-kecil, alisnya hanya
satu setengah,,,,,waktu kelas tiga ia terjatuh dari pohon nangka,,,,ia
tidak bisa bersekolah beberapa lama, tapi saat ia sekolah lagi, ia
menjadi pelupa dan sering mendengus seperti kambing bersin:
nges,,nges,,”
“Alhasil,
tiga tahun berturut-turut ia tidak naik kelas. Ia bosan, guru-gurunya
bosan, orangtuanya bosan, menteri pendidikan pun bosan, ia berhenti
sekolah,” (hal 41-42).
Singkat
cerita Dalam perjalanan hidupnya, Enong kemudian bertemu dengan Ikal
yang akhirnya bisa mengenalkan Enong dengan Ninochka Stronovky, seorang
grand master perempuan catur internasional
“Tokoh
utama dalam novel Dwilogi Padang Bulan ini ada tiga orang, yakni
Enong, Ikal dan Ninochka Stronovky. Ninochka Stronovky merupakan grand
master catur sekaligus teman saya sendiri,” terangnya.
-------------------------------------------------------------------------------
Sumber: http://amell-layarbiru.blogspot.com
Many thanks :) walaupun hanya sinopsis tapi saya cukup senang bisa membacanya Gbu
ReplyDeleteGood. Sudah mewakili.
ReplyDeleteSitus Slot
ReplyDeleteFreebet
Game Slot