Wednesday, May 4, 2011

Teori Sastra (6): Semiotika Sastra

BAB VI
SEMIOTIKA SASTRA
Strukturalisme dan semiotik umumnya dipandang termasuk dalam suatu bukan teoritis yang sama. Sebetulnya apa yang dinamakan semiotik sastra bukan merupakan suatu aliran ilmu sastra. Berbagai aliran seperti strukturalisma dan ilmu sastra linguistik dapat dinamakan semiotik (Van Luxemburg dkk, 1984: 44- 46).

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda, sistem-sistem tanda, dan proses suatu tanda diartikan (Hartoko, 1986: 131). Dengan kata lain, ilmu yang mempelajari berbagai objek, peristiwa, atau seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco, 1979: 6). Tanda itu sendiri diartikan sebagai sesuatu yang bersifat representatif, mewakili sesuatu yang lain berdasarkan konvensi tertentu. Konvensi yang memungkinkan suatu objek, peristiwa, atau gejala kebudayaan menjadi tanda itu disebut juga sebagai kode sosial.

Bila diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, kalimat tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti(signifiant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Dalam penelitian sastra biasanya diperhatikan hubungan sintaksis antara tanda-tanda (strukturalisme) dan hubungan antara tanda dan apa yang ditandakan (semantik).

Ada beberapa aliran semiotik dalam ilmu sastra, yang diwakili oleh Saussure (Perancis), Jurij Lotman (Rusia), dan C.S. Pierce (Amerika). Kesamaan utama pandangan mereka adalah bahwa bahasa merupakan salah satu di antara sekian banyak sistem tanda. Ada kalanya ditekankan bahwa bahasa merupakan sistem tanda yang paling fundamental. Pokok-pokok pendangan ketiga teoritisi itu diuraikan berikut ini.

Pierce (1839-1914) adalah seorang filsuf Amerika yang meletakkan dasar bagi sebuah bidang studi yang disebtu semiotik. Pierce menyebutkan tiga macam tanda sesuai dengan jenis hubungan antara tanda dan apa yang ditandakan.
1) Ikon, yaitu tanda yang secara inheren memiliki kesamaan dengan arti yang ditunjuk. Misalnya, foto dengan orang yang difoto, atau pera dengan wilayah geografisnya.
2) Indeks, yaitu tanda yang mengandung hubungan kausal dengan apa yang ditandakan. Misalnya asap menandakan adanya api, mendung menandakan bakal turun hujan.
3) Simbol atau tanda, yaitu suatu tanda yang memiliki hubungan makna dengan yang ditandakan bersifat arbitrer, manasuka, sesuai dengan konvensi suatu lingkungan sosial tertentu. Misalnya bahasa.

Saussure adalah ahli linguistik asal Swiss yang memperkenalkan studi tentang tanda sebagai semiologi. Menurut Saussure, bahasa adalah sistem tanda, dan tanda merupakan kesatuan antara dua aspek yang tak terpisahkan satu dengan lainnya, yakni penanda dan petanda. Penanda adalah aspek formal atau bunyi pada tanda itu. Sedangkan petanda adalah aspek makna atau konseptual dari suatu penanda. Tanda memiliki ciri arbitrer, konvensional, dan sistematik. Arbitrer atau manasuka misalnya dalam urutan bunyi k-a-c-a-n-g tidak ada pemikiran atau motif menghubungkan bunyi itu dengan tanaman tertentu. Kombinasi aspek formal dan konseptual (bunyi “kacang” dengan wujud kacang sebenarnya) hanya terjadi berdasarkan konvensi sosial yang berlaku dalam bahasa tertentu saja. Jika kita menyebut “kacang”, orang Inggris menyebutnya “bean” sesuai dengan konvensi bahasa masing-masing.

Jurij Lotman, seorang ahli semiotik Rusia menyebut bahasa sebagai sistem tanda primer yang membentuk model dunia bagi pemakaiannya. Model inimewujudkan sarana konseptual bagi manusia untuk menafsirkan segala sesuatu didalam dan di luar dirinya. Sastra disebutnya sebagai sistem tanda sekunder. Sastradan semua cabang seni lainnya mempergunakan sistem tanda primer sepertiterdapat dalam bahasa alamiah tetapi tidak terbatas pada tanda-tanda primer saja.


DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart and Winston

Adams, Hazard. 1971. Critical Theory Since Plato. New York: Harcout Brace Jovanovich, Inc.

Al-Mausu’ah al-syi’riyyah. tt. Abu Dabi: Al Majma’ al Tsaqafiy lil Imarat al Arabiyyah al Muttahidah. Versi CD.

Badawi, M. M. 1975. A Critical Introduction to Modern Arabic Poetry. Cambridge: Cambridge University Press.

Bartens, Kees. 1985. Filsafat Barat Abad XX, jilid II, Perancis. Jakarta: Gramedia

Beeston A.F.L. dkk. 1983. Arabic Literature to The End of The Umayyad Period. Cambridge: Cambridge University Press.

Culler, Jonathan. 1981. Structuralist Poetics: Structuralism, Linguistics and the Study of Literature. London: Routledge & Kegan Paul.

Damono, Sapardi Djoko. 1977. Sosiologi Sastra. Jakarta: Dikti Depdikbud.

Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas.

Eagletton, Terry. 1983. Literary Theory: an Introduction. Great Britain: TJ Press.

Fokkema, D.W dan Elurd Kunne-Ibsch. 1977. Theories of Literature in the Twentieth Century. London: C. Hurst & Company.

Hartoko, Dick. 1982. “Pencerapan Estetik dalam Sastra Indonesia” dalam Basis, XXXV 1 Januari. Yogyakarta: Andi Offset.

Hartoko, Dick. 1986. Kamus Populer Filsafat. Jakarta: CV Rajawali.

Holland, Norman. 1968. The Dynamics od Literary Response. New York: State University Press.

Iser, Wolfgang. 1978. The Act of Reading: a Theoru of Aesthetic Response.

Balitmore and Londong: The John Hopkins University Press.

Jauss, HR. 1982. Toward an Aesthetic of Reception. Minneapolis: University of Minnesota Press.

Juwairiyah. 2004. Sejarah Sastra Arab Masa Jahili. Surabaya: Fakultas Adab IAIN Surabaya dan Penerbit Sumbangsih.

Lesser, Simon O. 1962. Fiction and The Unconscious. New York: State Universitu Press.

Mawardi, Muhammad Ja’far. 2003. Perbandingan Syair Jarir, Farozdaq, dan Akhtol. Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel.

Nasr, Muhammad Ibrahim. 1994. Al-Adab. Riyad: Jami’ah al-Imam Muhammad ibn Saud al-Islamiyyah.

Noth, W.1990. Handbook of Semiotics. Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko.1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press

Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry: Bloomington and London: Indiana University Press.

Santoso, Puji.2003. Bahtera Kandas di Bukit: Kajian Semiotika Sajak-Sajak Nuh. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

Sarhan, Muhammad. 1978. Al-Adab al-Arab wa Tarikhuhu fi al-Ashr al-Jahili. Beirut: Dar al-Fikr.

Selden, Rahman. 1991. Panduan Pembaca Teori Sastra masa Kini. Diterjemahkan oleh Rachmat D. Pradopo. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Suwondo, Tirto.2003. Studi Sastra: Beberapa Alternatif. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Flores: Nusa Indah.

Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Teeuw, A.1980. “Estetik, Semiotik, dan Sejarah Sastra” dalam Basis No. 301. Bulan Oktober.

Teeuw, A.1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Van Luxemburg, Jan, dkk. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Diindonesikan oleh Dick Hartono. Jakarta: Gramedia.

Wellek, Rena dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.


Sumber:
Yusuf, Kamal. 2009. Teori Sastra: Modul Kuliah. Fakultas Adab, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, IAIN Sunan Ampel Surabaya

No comments:

Post a Comment