Tuesday, July 14, 2015

Problematika Penelitian Sastra (Metodologi Penelitian Sastra #1)


A. Ketimpangan Penelitian Sastra
Penelitian sastra sampai saat ini memang cenderung masih berat sebelah. Maksudnya di beberapa lembaga penelitian dan perguruan tinggi sastra orientasi penelitian masih terbatas pada teks sastra. Akibatnya, hasil penelitian sastra cenderung bersifat deskriptif belaka. Di beberapa sentral penelitian, hasil penelitian pada umumnya masih berkutat pada hal-hal teoritik sastra. Yakni, sebuah wilayah penelitian sastra untuk sastra. Orientasi semacam ini sering dianggap kurang lengkap, karena karya sastra sebenarnya merupakan bahan komunikasi antara pengarang dengan pembaca.

Kepincangan penelitian sastra yang terasa sampai saat ini adalah masih jarang peneliti yang berani menerapkan metode eksperimen. Padahal, penelitian yang satu ini sedikit banyak akan melengkapi makna yang selama ini terabaikan. Pemakaian metode ini sekurang-kurangnya akan mampu mengungkap seberapa jauh tanggapan pembaca sastra, sebab pembaca merupakan bagian penting dalam rangka pengembangan sastra ke depan. Tanpa memperhatikan aspek pembaca, tentunya penelitian sastra akan semakin kurang bermakna.

B. Kemiskinan Teori dan Ilmu Sastra
Banyak pihak mensinyalir bahwa penelitian sastra kita masih tergolong “ringan” kadar keilmiahanya. Ini ditandai adanya seminar penelitian sastra di berbagai tempat, yang ternyata, tidak atau belum dan kurang memiliki bobot karakteristik penelitian ilmiah. Ini menyebabkan kondisi penelitian sastra sukar dibedakan dari komentar sastra dan atau kritik sastra. Penelitian sastra menjadi sukar dibedakan dari timbangan buku atau karya yang masih ringan bobotnya.

Minimnya teori penelitian sastra, sering berakibat “comot sana-sini” dan memungut teori asing yang kurang mengakar pada si pemakai teori. Adopsi teori barat tersebut umumnya disadap mentah-mentah, bahkan kadang-kadang kurang relevan dengan eksistensi sastra kita. Jarang sekali, teori sastra barat yang dikombinasi dengan “teori dalam negeri” yang lebih membumi. Akibatnya, ada “pemaksaan” teori sastra asing yang kurang siap untuk memasuki sastra di Indonesia. Meskipun mengambil teori asing itu sah-sah saja dan tak haram, namun tanpa kecerdasan si pemakai hanya akan “mengotori” penelitian sastra kita.

C. Kerancuan Istilah Penelitian Sastra
Penelitian sastra sering disejajarkan dengan kajian, telaah, studi dan kritik akademis. Hanya saja yang sedikit berbeda adalah kritik sastra. Sedangkan kajian, telaah dan studi kurang lebih memiliki tujuan yang sama yaitu memahami karya sastra. Beberapa istilah tersebut selalu berusaha mendalami karya sastra menggunakan paradigma pemikiran tertentu.

Istilah-istilah di atas akan dilalui melalui “pintu masuk” yang dinamakan memahami sastra. Membaca sastra di berbagai tingkat, ruang, umur, akan berbeda satu sama lain. Karenanya, membaca sastra di Perguruan Tinggi otomatis akan memiliki tekanan yang berbeda dengan membaca sastra di sekolah sebelumnya. Tingkat kecermatan membaca sastra (prosa, puisi, dan drama) di Perguruan Tinggi telah ke arah pemahaman sebagai studi (kritik dan penelitian), sedangkan di sekolah bawahnya lebih cenderung ke apresiasi biasa untuk kenikmatan.

D. Persoalan Metode, Teknik, dan Pendekatan
Karya sastra adalah fenomena unik. Ia juga fenomena organik. Di dalamnya penuh serangkaian makna dan fngsi. Makna dan fungsi ini sering kabur dan tak jelas. Oleh karena, karya sastra memang syarat dengan imajinasi. Itulah sebabnya, peneliti sastra memiliki tugas untuk mengungkap kekaburan itu menjadi jelas. Peneliti sastra akan mengungkap elemen-elemen dasar pembentuk sastra dan menafsirkan sesuai paradigma dan atau teori yang digunakan.

Tugas demikian, akan menjadi bagus apabila peneliti memulai kerjanya atas dasar masalah. Tanpa masalah yang jelas dari karya sastra yang dihadapi tentu kerja penelitian juga akan menjadi kabur. Manakala penelitian kabur dan karya sastra itu sendiri sebagai fenomena yang kabur, tentu hasilnya tidak akan optimal. Itulah sebabnya kepekaan peneliti sastra untuk mengangkat sebuah persoalan menjadi penting.

Pendekatan penelitian ada bermacam-macam, tergantung sisi pandang peneliti. Semakin rinci jenis pendekatan yang dipilih, tentu penelitian akan semakin sempit dan detail. Tentang nama-nama pendekatan itupun masing-masing ahli tampaknya bebas memberikan pendapat. Masing-masing pendekatan juga memiliki arah dan sasaran penelitian yang berbeda-beda. Secara garis besar, Tanaka (1976:9) mengenalkan dua pendekatan yaitu : (1) mikro sastra dan karya sastra dapat berdiri sendiri tanpa bantuan aspek lain disekitarnya. Sebaliknya, makro sastra adalah pemahaman sastra dengan bantuan unsur lain di luar sastra.

Dua tawaran pendekatan tersebut sebenarnya sejajar dengan pendekatan Wellek dan Warren (1989), yaitu pendekatan intrisik dan ekstrisik. Pendekatan intrisik adalah penelitian sastra yang bersumber pada teks sastra itu sendiri secara otonom. Sedangkan pendekatan ekstrinsik adalah penelitian unsur-unsur luar karya sastra. Yakni pengkajian konteks karya sastra diluar teks.

-------------------------------------------------------
Referensi:
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama



No comments:

Post a Comment