Tuesday, July 14, 2015

Puisi Sitor Situmorang



Sastrawan angkatan 45 ini lahir di Harianboho, Samosir, Sumatera Utara 2 Oktober 1924. Sitor sempat menetap di Paris. Pada 1981 menjadi dosen di Universitas Leiden, Belanda, dan pensiun 10 tahun kemudian. Sejak 2001 ia kembali tinggal di Indonesia.

Beragam karya sastra Sitor yang sudah diterbitkan, antara lain Surat Kertas Hijau (1953), Dalam Sajak (1955), Wajah Tak Bernama (1955), Drama Jalan Mutiara (1954), cerpen Pertempuran dan Salju di Paris (1956), dan terjemahan karya dari John Wyndham, E Du Perron RS Maenocol, M Nijhoff. Karya sastra lain, yang sudah diterbitkan, antara lain puisi Zaman Baru (1962), cerpen Pangeran (1963), dan esai Sastra Revolusioner (1965).
Berikut ini puisi-puisi Sitor Situmorang dalam kumpulan Rindu Kelana (Pilihan Sajak 1948- 1993). 
-----------------------------------------------

Kaliurang (Tengah Hari)

Kembali kita berhadapan
Dalam relung sepi ini
Dari seberang lembah mati
Bibirmu berkata lagi
Napasmu mengelus jiwaku
Tersingkap kabut Dataran
Dan kutahu di tepi selatan
Laut ‘manggil aku berlayar dari sini

Tungguhlah aku akan datang
Biar kelam datang kembali
Dengan angin malam aku bertolak
Ke negeri, kabut tidak mengabur pandang
Mati, berarti kita akan bersatu lagi.

***

PerhitunganBuat Rivai Apin

Sudah lama tidak ada puncak dan lembah
Masa lempang-diam menyerah
dan kau tahu di ujung kuburan menunggu kesepian
Aku belum juga rela berkemas
Manusia, mengapa malam bisa tiba-tiba menekan
dada?
Sedang rohnya masih mengembara di lorong-lorong
Keyakinan dulu manusia bisa
hidup dan dicintai habis-habisan
Belum tahu setinggi untung bila bisa menggali
kuburan sendiri
Rebutlah dunia sendiri
dan pisahkan segala yamg melekat lemah
Kita akan membubung ke langit menjadi bintang
jernih sonder debu
Detik kata jadikan abad-abad
Abad-abad kita hidupi dalam sekilas bintang
Sesudah itu malam, biarlah malam
Bila hidup menolak
Ia kita tinggalkan seperti anak
yang terpaksa puas dengan boneka
Mereka akan menari dan menyanyi terus
Tapi tak ada lagi kita
Sedang mereka rindu pada cinta garang
Mereka akan menari dan menyanyi terus
Tentang abad dan detik yang ‘lah terbenam
Bersama kita, tarian perawan janda ….


***


Lereng Merapi

Kutahu sudah, sebelum pergi dari sini
Aku Akan rindu balik pada semua ini
Sunyi yang kutakuti sekarang
Rona lereng gunung menguap
Pada cerita cemara berdesir
Sedu cinta penyair
Rindu pada elusan mimpi
Pencipta candi Prambanan
Mengalun kemari dari dataran ….
Dan sekarang aku mengerti
Juga di sunyi gunung
Jauh dari ombak menggulung
Dalam hati manusia sendiri
Ombak lautan rindu
Semakin nyaring menderu ….

***

Dia dan Aku

Akankah kita bercinta dalam kealpaan semesta?
- Bukankah udara penuh hampa ingin harga? -
Mari, Dik, dekatkan hatimu pada api ini
Tapi jangan sampai terbakar sekali
Akankah kita utamakan percakapan begini?
- Bukankah bumi penuh suara inginkan isi? -
Mari, Dik, dekatkan bibirmu pada bisikan hati
Tapi jangan sampai megap napas bernyanyi
Bukankah dada hamparkan warna
Di pelaminan musim silih berganti
Padamu jua kelupaan dan janji
Akan kepermainan rahasia
Permainan cumbu-dendam silih berganti
Kemasygulan tangkap dan lari

***

Surat Kertas Hijau

Segala kedaraannya tersaji hijau muda
Melayang di lembaran surat musim bunga
Berita dari jauh
Sebelum kapal angkat sauh
Segala kemontokan menonjol di kata-kata
Menepis dalam kelakar sonder dusta
Harum anak dara
mengimbau dari seberang benua
Mari, Dik, tak lama hidup ini
Semusim dan semusim lagi
Burung pun berpulangan
Mari, Dik, kekal bisa semua ini
Peluk goreskan di tempat ini
Sebelum kapal dirapatkan

***

Amoy-Aimee

Terbakar lumat-lumat
Menggapai juga lidah ingin
Api di pediangan
Terkapar sonder surat
Mati juga malam dingin
Lahirnya hari keisengan
Mari, cabikkan malam Amoy
Jika terlalu – ingin malam ini
Besok ada mentari sonder hati
Belum apa-apa hampa begini
Jauh dalam terowongan nadi
Berperang bumi dan sepi

***

Kebun Binatang

Kembang, boneka dan kehidupan
Kembang, boneka dan kerinduan
Si adik ini ingin teman
Si anak ini punya ketakutan
Hari-hari kemarin
Punya keinginan
Berumah ufuk, ombak menggulung
Hari-hari kandungan
Tolak keisengan
Ramai-ramai di kebun binatang
Kembang, boneka dan kehidupan
Kembang dan kerinduan
Si adik ini ingin teman
Boneka ini punya kesayuan
Hari-hari datang
Hari kembang di kebun binatang
Hari bersenang
Pecah dalam balonan
Kembang, boneka dan kehidupan
Kembang dan kerinduan
Si adik ini ingin teman
Boneka ini punya kesayuan

***

Matahari Minggu

Di hari Minggu di hari iseng
Di silau matahari jalan berliku
Kawan habis tujuan di tepi kota
Di hari Minggu di hari iseng
Bersandar pada dinding kota
Kawan terima kebuntuan batas
Di hari panas tak berwarna
Seluruh damba dibawa jalan
Di hari Minggu di hari iseng
Bila pertemuan menambah damba
Melingkar di jantung kota
Ia merebah pada diri dan kepadatan hari
Tidak menolak tidak terima



------------------------------------------------------------
Download: Puisi Sitor Situmorang (pdf)
DOWNLOAD


No comments:

Post a Comment