Tuesday, July 14, 2015

Penelitian Psikologi Sastra (Metodologi Penelitian Sastra #9)


A. Landasan Pijak Psikologi Sastra
Asumsi dasar penelitian psikologis sastra antara lain dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, adanya anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar atau subconcius setelah jelas baru dituangkan kle dalam bentuk secara sadar (conscious). Antara sadar dan tak sadar selalu mewarnai dalam proses imajinasi poengarang. Kekuatan karya sastra dapat dilihat seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra.

Kedua, kajian psikologis sastra di smping meneliti perwatakan tokoh secara psikologi juga aspek-aspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika menciptrakan karya tersebut. Seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh sehingga karya menjadi semakin hidup. Sentuhan-sentuhan emosi melalui dialog ataupun pemilihan kata, sebenarnya merupakan gambaran kekalutan dan kejernihan batin pencipta. Kejujuran batin itulah yang akan menyebabkan orisinalitas karya.

B. Pendekatan Psikologi Sastra
1. Beberapa Kemungkinan Kajian
Pada dasarnya psikologi sastra akan ditopang oleh tiga pendekatan sekaligus. Pertama, pendekatan tektual, yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra. Kedua pendekatan reseptik-reseptik yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya sastra yang dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra. Ketiga, pendekatan ekspresif yang mengkaji aspek psikologi sang penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karyanya, baik penulis sebagai pribadi maupuin wakil masyarakat (Roekhan, 1990:88)

Penelitian psikologis sastra dari aspek tekstual, semula memang tak bisa lepas dari prinsip-prinsip Freud tentang psikologis dalam. Buku Freud tentang interpretasi mimpi dalam teks sastra, telah banyak mengilhami para peneliti psikologi teks. Apalagi buku ini belakangan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, tentu lebih mudah dipahami oleh ilmuwan kita.

2. Kajian Estetika Eksperimental
Penelitian psikologi sastra lebih menitikberatkan pada aspek functioning humand mind “pikiran manusia” (Segers, 2000:73). Fungsi termaksud akan berhubungan dengan istilah Berlyne tentang experimental esthetics. Yakni peneliti akan menggunakan respoinden kurang lebih 25-an, jauh lebih kecil dari penelitian sosiologi sastra resepsi. Peneliti akan mengaitkan estetika eksperimental sebagai studi pengaruh efek-efek motivasional dari teks sastra pada penerimanya. Efek motivasional ini akan tampak melalui aspek kolatif, yaitu sebuah stimulus yang muncul dalam teks sastra. Aspek kolatif merupkan bagian teks yang dapat membangkitkan perasaan, misalnya kebaruan (novelty), surprising (keterkejutan), complexity (kemajemukan), ambiguity (ambiguitas) dan puzzlingnes (keterteka-tekian).

C. Psikoanalisa
1. Hubungan Sastra dan Psikoanalisa

Psikoanalisa adalah wilayah kajian psikologi sastra. Model kajian ini pertama kali dimunculkan oleh Sigmund Freud (Milner, 1992:43), seorang dokter muda dari Wina. Ia mengemukakan gagasannya bahwa kesadarannya merupakan sebagian kecil dari kehidupan mental sedangkan bagian besarnya adalah ketaksadaran atau tak sadar. Ketaksadaran ini dapat menyublim ke dalam proses kreatif pengarang. Ketika pengarang menciptakan tokoh, kadang “bermimpi” seperti halnya realitas. Semakin jauh lagi, pengarang juga sering “gila” sehingga yang diekspresikan seakan-akan lahir bukan dari kesadarannya.

Dalam kajian psikologi sastra, akan berusaha mengungkap psikoanalisa kepribadian yang dipandang meliputi tiga unsur kejiwaan, yaitu : id, ego dan suuper ego. Ketiga system kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk totalitas, dan tingkah laku manusia yang tak lain merupakan produk interaksi ketiganya. Id (das es) adalah system kepribadian manusia yang paling dasar. Dalam pandangan Atmaja (1988:231) Id merupakan acuan penting untuk memahami mengapa seniman / sastrawan menjdi kreatif. Melalui Id pula sastrawan mampu mnenciptakan symbol-simbol tertentu dalam karyanya. Jadi apa yang kemudian dinamakan novel psikologis misalnya ternyata merupakan karya yang dikerjakan berdasarkan interpretasi posikologis yang sebelumnya telah menerima perkembangan watak untuk kepentingan struktur plot.

2. Alam Bawah Sadar
Penerapan penelitian psikologi sastra dalam kajian pernah dilakukan oleh M.S. Hutagalung dalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis dan Zainuddin Fananie (2001) dalam novel NByali karya Putu Wijayta. Keduia penelitian tersebut menggunakan teori psikoanalisis Freud untuk membedah novel. Jadi keduanya jelas penelitian psikologi sastra yang berpijak pada teks sastra. Asumsi peneliti bahwa pencipta kedua novel tersebut menerapkan teori psikoanalisis ke dalam karya.

Dari penelitian tersebut, ternyata MS. Hutagalung mampu mengungkapkan bahwa tokoh Isa pada novel Jalan Ada Ujung memiliki perilaku yang terpengaruh pandangan Freud tentang lapisan tak sadar dari jiwa manusia. Misalkan Mochtar Lubis bercerita tentang Guru Isa : “ia menutup mukanya dengan kedua tangannya dan mengerang perlahan-lahan. Dia tidak tahu. Tapi yang dirasakannya sekarang ialah reaksi yang lambat yang sekarang timbul dan perasaan yang tertekan tadi.

D. Langkah dan Proses Analisis
Langkah yang perlu dilakukan oleh peneliti psikologi sastra tidak akan lepas dari sasaran penelitian. Apakah peneliti sekedar menitikberatkan pada psikologi tokoh dan atau sampai proses kreativitas pengarang. Yang penting harus dilakukan dari sasaran penelitian tentang psikologi tokoh ada beberapa proses, yaitu : Pertama, pendekatan psikologi sastra menekankan kajian keseluruhan baik berupa unsur intrisik maupun ekstrinsik. Namun tekanan pada unsur intrisik, yaitu tentang penokohan dan perwatakannya.

Kedua, disamping tokoh dan watak, perlu dikaji pula masalah tema karya. Analisis tokoh seharusnya ditekankan pada nalar perilaku rokoh. Tokoh yang disoroti tak hanya terfokus pada tokoh utama, baik protagonis maupun antagonis. Tokoh-tokoh bawahan yang dianggap tak penting pun harus diungkap. Yang lebih penting, peneliti harus memiliki alasan yang masuk akal tentang watak tokoh, mengapa oleh pengarang diberi perwatakan demikian.

Ketiga, konflik perwatakan tokoh perlu dikitkan dengan alur cerita. Misalkan saja, ada tokoh yang phobi, neurosis, halusinasi, gila dan sebagainya. Jika yang terkahir ini sampai terjadi, berarti ini menjadi wilayah penelitian psikologi sastra.

 

-----------------------------------------------------------------
Referensi:
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama


No comments:

Post a Comment