Wednesday, April 4, 2012

Skripsi: Kesantunan Berbahasa (Bab IV)


BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN


4.1 Simpulan
Wujud pemakaian kesantunan imperatif dalam interaksi antarsantri putri Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan dibagi menjadi wujud imperatif dan kesantunan imperatif. Wujud imperatif meliputi wujud imperatif formal (imperatif aktif dan imperatif pasif) dan wujud imperatif pragmatik (tuturan bermakna pragmatik imperatif desakan, bujukan, himbauan, persilaan, larangan, perintah, permintaan, dan “ngelulu”). Sedangkan kesantunan imperatif meliputi kesantunan linguistik (faktor panjang pendek tuturan, faktor urutan tutur, faktor intonasi tuturan dan isyarat-isyarat kinesik, dan faktor ungkapan-ungkapan penanda kesantunan yang meliputi penanda kesantunan tulung, ayo, coba, mbok/mbokya, dan ndang) dan kesantunan pragmatik (kesantunan pragmatik imperatif dalam tuturan deklaratif dan kesantunan pragmatik imperatif dalam tuturan interogatif). 
Bentuk imperatif santri terhadap ustadzah dan pengurus hampir bisa dipastikan tidak ada. Salah satu faktor penyebabnya yaitu norma-norma di pesantren yang mengharuskan santri untuk selalu hormat dan patuh kepada ustadzah dan pengurus, mengingat status ustadzah dan pengurus yang lebih tinggi daripada santri. Selain itu juga santri diharuskan mempunyai sikap wedi (takut), isin (malu), dan sungkan ketika berkomunikasi dengan ustadzah dan pengurus.

Berdasarkan tiga jenis makna dasar yang telah diungkapkan Kashiwazaki, maka dapat diketahui bahwa delapan jenis makna imperatif pragmatik dalam interaksi antarsantri Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan dilihat dari tingkat ilmu dan status kelembagaan, bisa dikelompokkan menjadi (1) imperatif pragmatik yang mengandung makna dasar “perintah“, yaitu makna desakan, bujukan, larangan, perintah, dan “ngelulu” (2) imperatif pragmatik yang mengandung makna dasar “permintaan“, yaitu makna permintaan (3) imperatif pragmatik yang mengandung makna dasar “nasehat/rekomendasi“, yaitu makna himbauan dan persilaan.

Status sosial berpengaruh terhadap strategi dalam berinteraksi antarsantri yang direfleksikan melalui pemilihan bentuk tuturan imperatif yang dinilai bisa menjaga keselarasan hubungan antarsantri. Berdasarkan empat strategi dasar yang dikemukakan Brown dan Levinson, beberapa strategi tersebut terefleksi dalam penggunaan tuturan santri. 
Strategi 1 kurang santun, strategi ini ditandai dengan: tuturan yang pendek, urutan tutur diawali dengan tuturan imperatif, intonasi tinggi, tidak menggunakan ungkapan penanda kesantunan, dan penggunaan tuturan langsung yang diwujudkan dalam bentuk tuturan imperatif. Strategi 2 agak santun, strategi ini ditandai dengan: tuturan yang lebih panjang, penggunaan bentuk persona kedua, intonasi sedang, penggunaan ungkapan penanda kesantunan, dan penggunaan tuturan langsung yang diwujudkan dalam bentuk tuturan imperatif. Strategi 3 lebih santun, strategi ini ditandai dengan: tuturan panjang, penggunaan bentuk persona kedua, intonasi sedang, penggunaan ungkapan penanda kesantunan, dan penggunaan tuturan langsung yang diwujudkan dalam bentuk tuturan imperatif. Strategi 4 paling santun, strategi ini ditandai dengan: tuturan yang pendek, intonasi rendah, penggunaan ungkapan penanda kesantunan, dan penggunaan tuturan tidak langsung.

Tuturan pendek dinilai lebih santun jika digunakan dalam berinteraksi santri terhadap ustadzah dan pengurusnya, sedangkan tuturan yang lebih panjang dinilai kurang santun, bahkan tidak santun. Perilaku santri yang tidak banyak bicara justru semakin menunjukkan bahwa santri tersebut semakin santun terhadap ustadzah maupun pengurus pondok.

4.2 Saran
Penelitian ini bisa dikembangkan lebih lanjut untuk penelitian-penelitian selanjutnya, diantaranya kesantunan berbahasa antarsantri dilihat dari daerah asal santri, mengingat santri Pondok Pesantren Putri Sunan Drajat tidak hanya berasal dari daerah Lamongan dan Gresik saja. Selain itu bisa juga dilakukan penelitian mengenai interaksi yang asimetris antara kiai dan santri.

Sedangkan untuk penelitian lebih luas perlu dilakukan studi komparasi kesantunan berbahasa antara pondok pesantren modern dengan pondok pesantren tradisional, mengingat penulis melihat ada perbedaan yang signifikan cara berinteraksi santri di pondok pesantren modern dan tradisional.



DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, S. Takdir. 1978. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

Anggraeni, Bea dan Handayani, Dwi. 2002. Kesantunan Imperatif Dalam Bahasa Jawa Dialek Surabaya: Analisis Pragmatik. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.

Brown, P. dan Levinson, S. 1978. “Universals in Language Usage: Politeness Phenomena”. In Goody, Esther N., ed. Questions and Politeness: Strategies in Social Interaction (Cambridge Papers in Social Anthropology). Cambridge: Cambridge University Press, 56-310.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni. 1993. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Dhofier, Zamakhsyari. 1985. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES.

Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco.

_______.1994. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: PT Eresco.

Hasbullah, Drs. 1999. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, (hl 24-27, 138-161). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hasyim, H. Farid. 1998. Visi Pondok Pesantren Dalam Pengembangan SDM: Studi Kasus Di pondok Pesantren Mahasiswa Al Hikam, Universitas Muhammadiyah Malang, Program Pasca Sarjana, Tesis.

Ismari. 1995. Tentang Percakapan. Surabaya: Airlangga University Press.

Keraf, Gorys. 1991. Tatabahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Grasindo.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Leech, Geofrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Magnis-Suseno, Franz. 2001. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Moeliono, Anton M. 1991. Santun Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Purwo, Bambang Kaswanti. 1994. PELLBA 7, Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya: Ketujuh. Jakarta: Kanisius.

Rahardi, R. Kunjana. 2000. Imperatif Dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Roni. 2005. Jenis makna Dasar Pragmatik Imperatif Dalam Imperatif Bahasa Indonesia. Surabaya: Verba, Vol. 7, No.1 74 – 90.

Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik Ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

_______.1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wahid, Abdurrahman. 2001. Menggerakkan Tradisi: Esai-esai Pesantren. Yogyakarta: LkiS.

Walsh, Mayra. 2002. Pondok Pesantren dan Ajaran Golongan Islam Ekstrim (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Putri “Darur Ridwan” Parangharjo, Banyuwangi). Malang: ACISIS Program, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

Wijana, I Dewa. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.

Arizona Education – Politeness – Rabu, 8 Maret 2006 -http://www.ic.arizona.edu/~comm300/mary/interpersonal/politeness/

Kompas – Kiai Haji Abdul Ghofur Pemimpin Pondok Pesantren Sunan Drajat – Selasa, 16 Mei 2006 -http://www.kompas.com/kompas/cetak/0331/30/711013.htm
* Luthfiaytin, Ida. 2007. "Kesantunan Imperatif dalam Interaksi Antarsantri Putri Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar Paciran Lamongan Jawa Timur". (Skripsi S-1) Fakultas Sastra, Universitas Airlangga

Sumber: http://kesantunanberbahasa.wordpress.com

No comments:

Post a Comment