Tuesday, April 3, 2012

Fonologi: Fonetik dan Fonemik (Linguistik Umum bag. 3)

A. Fonetik
1. Pengertian dan Macam Fonetik
Fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa, fonetik dibedakan menjadi tiga, yaitu:

  1. Fonetik artikulatoris: mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa. 
  2. Fonetik akustik: mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam.
  3. Fonetik auditoris: mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.

2. Alat Ucap
Hal pertama pertama yang dibicarakan dalam fonetik artikulatoris adalah alat ucap manusia untuk menghasilkan bunyi bahasa.alat ucap manusia terdiri dari:
  1. paru-paru (lung) 
  2. batang tenggorok (trachea)
  3. pangkal tenggorok (larynx)
  4. pita suara (vocal cord)
  5. krikoid (cricoid)
  6. tiroid (thyroid) atau lekum
  7. aritenoid (arythenoid)
  8. dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx)
  9. epiglotis (epiglottis)
  10. akar lidah (root of tongue)
  11. pangkal lidah (back of the tongue, dorsum)
  12. tengah lidah (middle of tongue, medium)
  13. daun lidah (blade of tongue, laminum)
  14. ujung lidah (tip of the tongue, apex)
  15. anak tekak (uvula)
  16. langit-langit lunak (soft palate, velum)
  17. langit-langit keras (hard palate, palatum)
  18. gusi, lengkung kaki gigi (alveolum)
  19. gigi atas (upper teeth, dentum)
  20. gigi bawah (lower teeth, dentum)
  21. bibir atas (upper lip, labium)
  22. bibir bawah (lower lip, labium)
  23. mulut (mouth)
  24. rongga mulut (oral cavity)
  25. rongga hidung (nasal cavity)

3. Proses Fonasi
Terjadinya bunyi bahasa dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui batang tenggorok ke pangkal tenggorok yang di dalamnya terdapat pita suara. Dari pita suara udara diteruskan melalui rongga mulut atau rongga hidung ke udara bebas. Jika udara yang keluar dari paru-paru tidak mendapat hambatan apa-apa maka tidak terjadi bunyi bahasa.
Bunyi bahasa terjadi karena udara yang dihembuskan dari paru-paru mendapat hambatan di pita suara. Empat macam posisi pita suara saat dilewati udara yaitu: (a) pita suara terbuka lebar (tidak menghasilkan bunyi), (b) pita suara terbuka agak lebar (mengahasilkan bunyi tak bersuara), (c) pita suara terbuka sedikit (menghasilkan bunyi bersuara), dan (d) pita suara tertutup rapat (menghasilkan bunyi hamzah atau bunyi glotal).

4. Klasifiaksi Bunyi
Pada umumnya bunyi bahasa dibedakan atas vokal dan konsonan. bunyi vokal dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit ini menjadi bergetar ketika dilalui arus udara yang dipompakan dari paru-paru. Selanjutnya arus udara itu keluar melalui rongga mulut tanpa mendapat hambatan apa-apa. Bunyi konsonan terjadi setelah arus udara melewati pita suara yang terbuka sedikit atau agak lebar, diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung dengan mendapat hambatan di tempat-tempat artikulasi tertentu.

a. Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal diklasifikasikan berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa horisontal atau vertikal. Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi, misalnya bunyi [i] dan [u]; vokal tengah, misalnya bunyi [e] dan [ ]; vokal rendah, misalnya bunyi [a]. Secara horisontal dibedakan adanya vokal depan, misalnya bunyi [i] dan [e]; vokal pusat, misalnya bunyi [ ]; dan vokal belakang, misalnya bunyi [u] dan [o]. Menurut bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak bundar.

b. Diftong atau Vokal Rangkap
Disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Diftong dibedakan berdasarkan letak atau posisi unsur-unsurnya, sehingga dibedakan adanya diftong naik dan diftong turun. diftong naik, bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi yang kedua; sebaliknya diftong turun, posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi bunyi kedua. Contoh diftong adalah [au] seperti pada kata harimau. Contoh lain, bunyi [ai] seperti pada kata cukai.

c. Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan berdasarkan tiga kriteria, yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi. Tempat artikulasi tidak lain daripada alat ucap yang digunakan dalam pembentukan bunyi itu. Berdasarkan tempat artikulasinya kita mengenal antara lain konsonan:
  1. Bilabial: konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir, bibir bawah merapat pada bibir atas -- [b], [p], dan [m] 
  2. Labiodental: yakni konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas, gigi bawah merapat pada gigi atas -- [f] dan [v]
  3. Laminoalveolar: konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi, daun lidah menempel pada gusi -- [t] dan [d]
  4. Dorsovelar: konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum atau langit-langit lunak -- [k] dan [g]
Berdasarkan cara artikulasinya, artinya bagaimana hambatan yang dilakukan terhadap arus udara itu, dapat dibedakan adanya konsonan:
  1. Hambat: [p], [b], [t], [d], [k], dan [g] 
  2. Geseran atau frikatif: [f], [s], dan [z]
  3. Paduan atau frikatif : [c], dan [j]
  4. Sengauan atau nasal: [m], [n], dan [ŋ]
  5. Getaran atau trill: [r]
  6. Sampingan atau lateral: [l]
  7. Hampiran atau oproksiman : [w], dan [y]

5. Unsur Suprasegmental
Unsur suprasegmental adalah unsur yang menyertai bunyi segmental. Unsur suprasegmental terdiri dari: (a) tekanan atau stres, (b) nada atau pitch, dan (c) jeda atau persendian.

a. Tekanan atau Stres
Tekanan menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Tekanan dapat bersifat distingtif atau membedakan makna (contohnya dalam bahasa Inggris) dan juga bisa tidak distingtif (contohnya dalam bahasa Indonesia).
Misalnya, tekanan pada kata dalam bahasa Inggris blackboard.
blackboard (tekanan pada kata black)  ’papan tulis’
blackboard (tekanan pada kata board)  ’papan hitam’

b. Nada atau Pitch
Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya bunyi. Dalam bahasa-bahasa bernada atau bahasa tonal, seperti bahasa Thai dan Vietnam, nada dapat membedakan makna. Macam nada ada lima yaitu:

  • Nada naik lambang : / ... / 
  • Nada datar lambang : / ... /
  • Nada turun lambang : / ... /
  • Nada turun naik lambang : / ... /
  • Nada naik turun lambang : / ... /
c. Jeda atau Persendian
Jeda atau persendian berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Jeda atau persendian dibedakan atas sendi dalam (internal juncture) dan sendi luar (open juncture).

- Sendi dalam menunjukkan batas antara satu silabel dengan silabel yang lain, yang dilambangkan dengan tanda tambah (+). Contohnya, /am+bil/
- Sendi luar menunjukkan batas yang lebih besar dari segmen silabel. Dalam hal ini biasanya dibedakan:
  1. Jeda antarkata dalam frase ( / ) 
  2. Jeda antarfrase dalam klausa ( // )
  3. Jeda antarkalimat dalam wacana ( # )
Contoh: # buku // sejarah / baru #
# buku / sejarah // baru #

 
B. Fonemik
Fonemik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata.
Identifikasi Fonem
Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip. Misalnya, kata laba dan raba. Perbedaan pada kata tersebut adalah pada bunyi [l] dan [r]. Maka, dapat disimpulkan bunyi [l] dan bunyi [r] adalah dua buah fonem yang berbeda di dalam bahasa Indonesia yaitu fonem [l] dan fonem [r].

a. Alofon
Alofon adalah realisasi dari fonem, atau pengucaoan yang konkret dari sebuah fonem. Dalam bahasa Indonesia, fonem [o] mempunyai dua alofon, yaitu bunyi [ ] seperti pada kata tokoh dan bunyi [o] seperti pada kata toko. Alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai kemiripan fonetis. Artinya, benyak mempunyai kesamaan dalam pengucapannya.

b. Perubahan Fonem
1) Asimilasi dan Disimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Misalnya, kata Sabtu biasa diucapkan [saptu], di mana bunyi [b] berubah menjadi [p] karena pengaruh bunyi [t].

Asimilasi dibedakan menjadi tiga, yaitu:
  1. Asimilasi progresif: Bunyi yang diubah terletak di belakang bunyi yang mempengaruhinya -- Kata mit der Frau (Belanda) diucapkan [mit ter Frau] 
  2. Asimilasi regresif: Bunyi yang diubah terletak di muka bunyi yang mempengaruhinya -- Kata op de weg (Belanda) diucapkan [obdeweg]
  3. Asimilasi resiprokal: Perubahan terjadi pada kedua bunyi yang saling mempengaruhi -- Kata Bereng hamu (Batak Toba) diucapkan [berek kamu]

Disimilasi adalah perubahan bunyi yang menyebabkan dua buah fonem yang sama menjadi berbeda atau berlainan. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kata cipta dan cinta yang berasal dari bahasa Sansekerta citta. Kita lihat, bunyi [tt] pada kata citta berubah menjadi bunyi [pt] pada kata cipta dan menjadi bunyi [nt] pada kata cinta.

2) Netralisasi dan Arkifonem
Dalam bahasa Belanda kata hard dilafalkan [hart]. Dalam bahasa adanya bunyi [t] pada posisi akhir kata yang dieja hard adalah hasil netralisasi. Fonem /d/ pada kata hard yang bisa berwujud /t/ atau /d/ disebut arkifonem. Contoh lainnya, dalan bahasa Indonesia kata jawab diucapkan [jawap]; tetapi bila diberi akhiran –an bentuknya menjadi jawaban. Jadi, di sini ada arkifonem /B/, yang realisasinya bisa berupa [b] atau [p].

3) Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal

Kata umlaut berasal dari bahasa Jerman yang berarti perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal yang berikutnya yang tinggi. Misalnya, dalam bahasa Belanda bunyi [a] pada kata handje lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan bunyi [a] pada kata hand. Penyebabnya adalah bunyi [y] yang posisinya lebih tinggi dari bunyi [a].

Ablaut adalah perubahan vokal yang kita temukan dalam bahasa-bahasa Indo Jerman untuk menandai berbagai fungsi gramatikal. Misalnya, dalam bahasa Inggris kata sing berubah menjadi sang atau sung untuk penandaan kala. Perubahan bunyi berupa harmoni vokal atau keselarasan vokal terdapat dalamm bahasa Turki. Misalnya, kata at ’kuda’ bentuk jamaknya adalah atlar ’kuda-kuda’; oda ’rumah’ bentuk jamaknya adalah odalar ’rumah-rumah.

4) Kontraksi
Perubahan bunyi berupa kontraksi adalah pemendekan lafal. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kata tidak tahu menjadi ndak tahu; dalam bahasa Inggris kata will not menjadi won’t.

5) Metatesis dan Epentesis
Proses metatesis bukanlah mengubah bentuk fonem menjadi fonem lain, melainkan mengubah urutan fonem yang terdapat dalam kata. Misalnya, dalam bahasa Indonesia selain bentuk jalur ada lajur; selain kolar ada koral. Dalam proses epentesis sebuah fonem tertentu, biasanya yang homorgan dengan lingkungannya, disisipkan ke dalam sebuah kata. Misalnya, ada kampak di samping kapak; ada sampi di samping sapi.


Referensi:
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Download Resume Buku Linguistik Umum 
Karya Abdul Chaer


No comments:

Post a Comment