Saturday, September 29, 2012

Gaya Bahasa dan Sarana Retrorika dalam Karya Sastra (Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa Bab 12)

BAB XII
Gaya Bahasa dan Sarana Retrorika dalam Karya Sastra


A. Sarana Retorika Berdasarkan Struktur Kalimat
  1. Klimaks. Klimaks adalah gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. 
  2. Antiklimaks. Antiklimaks adalah gaya bahasa yang merupakan acuan yang gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. 
  3. Paralelisme. Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.
  4. Antitesis. Antitesis adalah gaya bahasa yang mengandung gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.
  5. Repetisi. Repetisi adalah perulangan bumi suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam konteks yang sesuai.
  6. Aliterasi. Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama.
  7. Asonansi. Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama.
  8. Anastrof. Anastrof adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat.
  9. Apofasis. Merupakan sebuah gaya di mana sebuah penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal.
  10. Apostrof. Apostrof adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir.
  11. Asindeton. Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.
  12. Polisideton. Polisideton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton.
  13. Kiasmus. Kiasmus adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya.
  14. Elipsis. Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan oleh pembaca atau pendengar.
  15. Eufemisme. Eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak pergi perasaan orang.
  16. Litotes. Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri.
  17. Histeron Proteron. Semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu ayng terjadi kemudian pada awal peristiwa disebut histeron proteron, juga disebut hiperbaton.
  18. Pleonasme dan Tautologi. Pada dasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak dari pada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.
  19. Parifrasis. Parifrasis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan.
  20. Prolepsis atau Antisipasi. Prolepsis atau antisipasi adalah semacam gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahuku kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.
  21. Erotesis atau Pertanyaan Retoris. Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban.
  22. Silepsis dan Zeugma. Silepsis dan zeugma adalah gaya di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama.
  23. Koreksio atau Epanortosis. Koreksio atau Epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.
  24. Hiperbola. Hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal.
  25. Paradoks. Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
  26. Oksimoron. Oksimoron (okys: tajam, moros: gila, tolol) adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan.

B. Bahasa Figuratif sebagai Sarana Retorika
Adapun sarana retorika yang berupa bahasa figuratif dalam stilistika menurut Keraf (1998; lihat pula Pradopo, 2000) meliputi:
  1. Simile (Persamaan). Persamaan adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu yang sama dengan hal yang lainnya. 
  2. Metafora. Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat.
  3. Alegori, Parabel, dan Fabel. Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Parabel adalah suatu kiasan singkat dengan tokoh-tokoh biasannya manusia, yang selalu mengandung tema moral. Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang bahkan makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia.
  4. Personifikasi. Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
  5. Alusi. Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa.
  6. Epinom. Epinom adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan kekuatan.
  7. Epitet. Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau suatu hal.
  8. Sinekdok. Sinekdok adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian sesuatu hal yang menyatakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian.
  9. Metonomia. Metonomia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain.
  10. Anatonomasia. Anatonomasia juga merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdok yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelarresma, atau jabatan untuk menggantikan nama diri.
  11. Hipalase. Hipalase adalah semacam gaya bahasa dengan menggunakan sebuah kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain.
  12. Ironi, Sinisme, Sarkasme. Ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Sinisme adalah sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sarkasme merupakan acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme.
  13. Satire. Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu.
  14. Inuendo. Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyatan yang sebenarnya.
  15. Antifrasis. Antifrasis adalah semaca ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri.
  16. Paranomasi. Paranomasi adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi.

Referensi:
Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa. Surakarta: Cakra Books Solo


No comments:

Post a Comment