PROPOSAL PENELITIAN
NILAI-NILAI RELIGIUS DALAM NOVEL PENANGSANG: TEMBANG RINDU DENDAM KARYA NASSIRUN PURWOKARTUN: TINJAUAN SEMIOTIK
Proposal Penelitian ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Seminar Penelitian Sastra dan Pengajarannya
Dosen Pengampu: Drs. Adyana Sunanda
Diusulkan oleh :
SUKRISNO SANTOSO
A 310080094
Proposal Penelitian ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Seminar Penelitian Sastra dan Pengajarannya
Dosen Pengampu: Drs. Adyana Sunanda
Diusulkan oleh :
SUKRISNO SANTOSO
A 310080094
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra dapat berfungsi sebagai karya seni yang bisa digunakan sebagai sarana menghibur diri pembaca. Hai ini sesuai dengan pendapat Warren (dalam Nurgiyantoro, 2007: 3) yang menyatakan bahwa membaca sebuah karya sastra fiksi berarti menikmati cerita dan menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Karya sastra merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya daripada karya fiksi. Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra dapat dengan bebas berbicara tentang kehidupan yang dialami oleh manusia dengan berbagai peraturan dan norma-norma dalam interaksinya dengan lingkungan sehingga dalam karya sastra (novel) terdapat makna tertentu tentang kehidupan.
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra dapat berfungsi sebagai karya seni yang bisa digunakan sebagai sarana menghibur diri pembaca. Hai ini sesuai dengan pendapat Warren (dalam Nurgiyantoro, 2007: 3) yang menyatakan bahwa membaca sebuah karya sastra fiksi berarti menikmati cerita dan menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Karya sastra merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya daripada karya fiksi. Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra dapat dengan bebas berbicara tentang kehidupan yang dialami oleh manusia dengan berbagai peraturan dan norma-norma dalam interaksinya dengan lingkungan sehingga dalam karya sastra (novel) terdapat makna tertentu tentang kehidupan.
Ada beberapa masalah yang muncul saat membahas masalah karya sastra. Nurgiyantoro (2007: 31-32) mengemukakan bahwa salah satu penyebab sulitnya pembaca dalam menafsirkan karya sastra, yaitu dikarenakan novel merupakan sebuah struktur yang kompleks, unik, serta mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu bukti-bukti hasil kerja analisis. Pengkajian terhadap karya fiksi, berarti penelaah, penyelidikan, atau mengkaji, menelaah, menyelidiki karya fiksi tersebut.
Novel merupakan sebuah struktur organisme yang kompleks, unik, dan mengungkapkan segala sesuatu (lebih bersifat) secara tidak langsung. Tujuan utama analisis kesastraan, fiksi, puisi, ataupun yang lain adalah untuk memahami secara lebih baik karya sastra yang bersangkutan, di samping untuk membantu menjelaskan pembaca yang kurang dapat memahami karya itu.
Aspek-aspek pokok kritik sastra adalah analisis, interpretasi (penafsiran), dan evaluasi atau penilaian. Karya sastra merupakan sebuah sebuah struktur yang komplek, maka untuk memahaminya perlu adanya analisis, yaitu penguraian terhadap bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Sesungguhnya, analisis itu merupakan salah satu sarana penafsiran atau interpretasi. (Pradopo, 2008: 93)
Manfaat yang akan terasa dari kerja analisis itu adalah jika kita (segera) membaca ulang karya-karya kesastraan (novel,cerpen) yang dianalisis itu, baik karya-karya itu dianalisis sendiri maupun orang lain. Namun demikian adanya perbedaan penafsiran dan atau pendapat adalah sesuatu hal yang wajar dan biasa terjadi, dan itu tidak perlu dipersoalkan. Tentu saja masing-masing pendapat itu tak perlu memiliki latar belakang argumentasi yang dapat diterima. (Nurgiyantoro, 2007 : 34-35)
Salah satu karya sastra yang mengandung banyak nilai religious adalah novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun. NasSirun PurwOkartun selama ini lebih terkenal sebagai seorang kartunis. Novel ini merupakan novel pertamanya. Novel ini diibaratkan oleh Langit Kresna Hadi –penulis Tetralogi Gajah Madja- bagaikan disertasi bagi penulisnya. Sedangkan Ahmad Tohari berkomentar, “Memberi suara pada lama yang terbungkam. Demikianlah novel ini berbicara”.
Kisah Pangeran Haryo Penangsang di masa Kerajaan Demak diceritakan oleh Kang Nass secara berbeda dengan teks sejarah dalam Babad Tanah Jawi. Dalam Babad Tanah Jawi, Haryo Penangsang digambarkan sebagai sosok yang gila kekuasaan dan sangat beringasan, hatinya selalu panas dan jiwanya mudah marah. Melalui novel ini, Kang Nass seperti ingin membalik kisah dalam Babad Tanah Jawi. Haryo Penangsang dalam novel ini adalah sosok pemberani, pembela kebenaran dan keadilan, serta penganut ajaran Islam yang bersih, sekaligus penentang sinkretisme di tanah Jawa yang gigih.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan kajian guna mengungkap nilai-nilai religius dalam novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun, dengan judul: “Nilai-nilai Religius dalam Novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun: Tinjauan Semiotik”.
B. Rumusan Masalah
Untuk mendapatkan hasil peneltian yang terarah, maka diperlukan suatu perumusan masalah. Ada dua rumusan masalah dalam penelitian ini.
Novel merupakan sebuah struktur organisme yang kompleks, unik, dan mengungkapkan segala sesuatu (lebih bersifat) secara tidak langsung. Tujuan utama analisis kesastraan, fiksi, puisi, ataupun yang lain adalah untuk memahami secara lebih baik karya sastra yang bersangkutan, di samping untuk membantu menjelaskan pembaca yang kurang dapat memahami karya itu.
Aspek-aspek pokok kritik sastra adalah analisis, interpretasi (penafsiran), dan evaluasi atau penilaian. Karya sastra merupakan sebuah sebuah struktur yang komplek, maka untuk memahaminya perlu adanya analisis, yaitu penguraian terhadap bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Sesungguhnya, analisis itu merupakan salah satu sarana penafsiran atau interpretasi. (Pradopo, 2008: 93)
Manfaat yang akan terasa dari kerja analisis itu adalah jika kita (segera) membaca ulang karya-karya kesastraan (novel,cerpen) yang dianalisis itu, baik karya-karya itu dianalisis sendiri maupun orang lain. Namun demikian adanya perbedaan penafsiran dan atau pendapat adalah sesuatu hal yang wajar dan biasa terjadi, dan itu tidak perlu dipersoalkan. Tentu saja masing-masing pendapat itu tak perlu memiliki latar belakang argumentasi yang dapat diterima. (Nurgiyantoro, 2007 : 34-35)
Salah satu karya sastra yang mengandung banyak nilai religious adalah novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun. NasSirun PurwOkartun selama ini lebih terkenal sebagai seorang kartunis. Novel ini merupakan novel pertamanya. Novel ini diibaratkan oleh Langit Kresna Hadi –penulis Tetralogi Gajah Madja- bagaikan disertasi bagi penulisnya. Sedangkan Ahmad Tohari berkomentar, “Memberi suara pada lama yang terbungkam. Demikianlah novel ini berbicara”.
Kisah Pangeran Haryo Penangsang di masa Kerajaan Demak diceritakan oleh Kang Nass secara berbeda dengan teks sejarah dalam Babad Tanah Jawi. Dalam Babad Tanah Jawi, Haryo Penangsang digambarkan sebagai sosok yang gila kekuasaan dan sangat beringasan, hatinya selalu panas dan jiwanya mudah marah. Melalui novel ini, Kang Nass seperti ingin membalik kisah dalam Babad Tanah Jawi. Haryo Penangsang dalam novel ini adalah sosok pemberani, pembela kebenaran dan keadilan, serta penganut ajaran Islam yang bersih, sekaligus penentang sinkretisme di tanah Jawa yang gigih.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan kajian guna mengungkap nilai-nilai religius dalam novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun, dengan judul: “Nilai-nilai Religius dalam Novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun: Tinjauan Semiotik”.
B. Rumusan Masalah
Untuk mendapatkan hasil peneltian yang terarah, maka diperlukan suatu perumusan masalah. Ada dua rumusan masalah dalam penelitian ini.
- Bagaimana unsur-unsur yang membangun novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun?
- Nilai religius apa saja yang terkandung dalam novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun dari tinjauan semiotik?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan suatu penelitian haruslah jelas mengingat penelitian harus mempunyai arah dan sasaran yang tepat. Ada dua tujuan penelitian ini.
- Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan unsur-unsur yang membangun novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun.
- Penelitian ini bertujuan menganalisis nilai-nilai religius dalam novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun dari tinjauan semiotik.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat berhasil dengan baik, yaitu dapat mencapai tujuan secara optimal, menghasilkan laporan yang sistematis dan dapat bermanfaat secara umum. Ada dua manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan sastra Indonesia terutama dalam pengkajian novel dengan pendekatan semiotik.
2. Manfaat Praktis
- Hasil penelitian ini dapat memperluas cakrawala apresiasi pembaca sastra Indonesia terhadap aspek moral dalam sebuah novel.
- Hasil penelitian ini dapat menambah referensi penelitian karya sastra di Indonesia dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti sastra selanjutnya.
E. Sistematika Laporan Penelitian
Penulisan laporan penelitian ini dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Laporan Penelitian. Bab II membahas Kajian Pustaka, dan Landasan Teori. Isi dalam Bab II ini merupakan landasan yang akan dipakai sebagai dasar dalam mengkaji permasalahan.
Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian ini meliputi beberapa hal, yaitu Lokasi dan Waktu Penelitian, Pendekatan dan Strategi Penelitian, Objek dan Subjek Penelitian, Data dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Validasi Data, dan Teknik Analisis Data. Bab IV merupakan pembahasan dari permasalahan penelitian ini berisi deskripsi unsur-unsur pembangun novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun dan analisis nilai-nilai religius dalam novel tersebut. Bab V berupa penutup dengan simpulan dan saran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian suatu penelitian. Kajian pustaka dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Aji Wicaksono (2007) berjudul “Aspek Religius Puisi dalam Mantra Orang Jawa Karya Sapardi Djoko Damono: Tinjauan Semiotik” yang menitikberatkan pada analisis struktur dalam puisi yaitu metode puisi (diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, rima, ritma) dan hakikat puisi (tema, nada, perasaan, dan amanat).
Dalam analisis aspek religius puisi tersebut, peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Riffatere (pembacaan heuristik dan hermeneutik), semiotika Barthes dalam mitos yang telah dijelaskan melalui diagram, dan semiotika Pierce (dengan ikon, indeks, dan simbol). Namun yang membedakan dengan penelitian ini yaitu acuannya. Aji menggunakan puisi sebagai acuannya sedangkan penelitian ini menggunakan novel sebagai acuannya.
Sekar Nugraheni (2007) meneliti “Aspek Sufistik dalam Kumpulan Cerpen Setangkai Melati di Sayap Jibril Karya Danarto: Tinjauan Semiotik”. Penelitian tersebut membahas aspek sufistik dalam karya sastra dengan tinjauan semiotik. Dalam analisisnya, untuk sampai pada pemaknaan kumpulan cerpen, maka peneliti menggunakan teori Preminger yang menyatakan semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, semiotik yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda tersebut mempunyai arti. Namun yang membedakan dengan penelitian ini adalah jenis kajian dan acuannya. Sekar menggunakan kajian aspek sufistik dan menjadikan cerpen sebagai acuannya. Sedangkan penelitian ini menggunakan kajian aspek religius dan novel sebagai bahan acuannya.
Sepengetahuan peneliti, belum ada kajian terhadap novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam untuk mengungkap nilai-nilai releigius yang terkandung di dalamnya dengan tinjauan semiotik.
B. Landasan Teori
1. Teori Semiotik
Tujuan analisis karya sastra adalah mengungkapkan makna. Karya sastra hanyalah karya yang bersifat artefak jika tidak diketahui makna yang terkandung di dalamnya. Suatu karya sastra dalam hal ini novel, merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Sesuai dengan konvensi ketandaan maka analisis struktur tidak dapat dilepaskan dari analisis semiotik. Hal ini sesuai dengan pendapat Pradopo (2008: 108-109), sesungguhnya strukturalisme berhubungan erat atau bahkan tak terpisahkan dengan semiotik sebagai sarana untuk memahami karya sastra. Untuk menangkap (merebut) makna unsur-unsur struktur karya sastra harus memerhatikan sistem tanda yang dipergunakan dalam karya sastra. Dapat dikatakan struktur karya sastra merupakan struktur sistem tanda yang bermakna.
Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik memelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang meyakinkan tanda-tanda itu mempunyai arti.
Dalam kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung (ditentukan) pada konvensi-konvensi tambahan dan meneliti ciri (sifat-sifat) yang menyebabkan bermacam-macam cara agar wacana memiliki makna (Pradopo, 2008: 119). Hal ini berarti penekanan pendekatan semiotik adalah pemahaman makna karya sastra melalui tanda-tanda dalam karya sastra.
Pierce (dalam Nurgiantoro, 2007: 42) membedakan hubungan antara tanda dengan acuannya ke dalam tiga jenis hubungan, yaitu: (1) Ikon adalah tanda yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya; (2) Indeks adalah suatu tanda yang memiliki kaitan kausal dengan apa yang diwakilinya; (3) Simbol (tanda yang sesuai) adalah hubungan antara penanda dengan petanda yang tidak bersifat alamiah melainkan merupakan kesepakatan masyarakat semata-mata.
Barthes (dalam Al-Ma’ruf, 2006: 45) mengemukakan bahwa di dalam karya sastra sebagai sistem semiotik tahap kedua terdapat tiga aspek, yaitu penanda, petanda, dan tanda. Dalam sistem tanda yaitu asosiasi total antara konsep dan imajinasi yang menduduki posisi sebagai penanda dalam sistem yang kedua.
Semiotik berhubungan erat dengan strukturalisme sebagai sarana untuk menganalisis karya sastra. Hal ini sesuai dengan pendapat Pradopo (2008: 108-109) yang mengemukakan bahwa strukturalisme berhubungan erat atau bahkan tak terpisahkan dengan semiotik sebagai sarana untuk memahami karya sastra. Karya sastra adalah sebuah struktur yang komplek. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya sastra itu dianalisis.
Dalam analisis itu karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu adalah sebuah karya sastra yang utuh. Di samping itu, sebuah struktur sebagai satu kesatuan yang utuh dapat dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsur-unsur pembentuknya dan saling hubungan di antaranya dengan keseluruhannya. (Pradopo, 2008: 108)
Strukturalisme dapat dipandang sebagi salah satu pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya sastra yang bersangkkutan. Analisis struktural karya sastra dalam hal ini fiksi dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. (Nurgiantoro, 2007: 60)
Menurut Teeuw (dalam Ratna, 2008: 103), khususnya dalam ilmu sastra, strukturalisme berkembang melalui tradisi formalism. Artinya, hasil-hasil yang dicapai melalui tradisi formalis sebagian besar dilanjutkan dalam strukturalis. Secara definitif, strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya.
Sebuah karya sastra, fiksi, atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangunnya). Strukturalisme dapat dipandang sebagi salah satu pendekatan (baca: penelitian) kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya sastra yang bersangkkutan. Analisis struktural karya sastra dalam hal ini fiksi dapat dilakukan dengan mengidentifikasika, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. (Nurgiantoro, 2007: 61)
Stanton (2007: 22) mendeskripsikan unsur-unsur pembagian struktur fiksi terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Tema merupakan makna penting atau gagasan utama dalam sebuah cerita. Fakta cerita merupakan aspek cerita yang berfungsi sebagai elemen-elemen catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita.
Pierce (dalam Nurgiantoro, 2007: 42) membedakan hubungan antara tanda dengan acuannya ke dalam tiga jenis hubungan, yaitu: (1) Ikon adalah tanda yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya; (2) Indeks adalah suatu tanda yang memiliki kaitan kausal dengan apa yang diwakilinya; (3) Simbol (tanda yang sesuai) adalah hubungan antara penanda dengan petanda yang tidak bersifat alamiah melainkan merupakan kesepakatan masyarakat semata-mata.
Barthes (dalam Al-Ma’ruf, 2006: 45) mengemukakan bahwa di dalam karya sastra sebagai sistem semiotik tahap kedua terdapat tiga aspek, yaitu penanda, petanda, dan tanda. Dalam sistem tanda yaitu asosiasi total antara konsep dan imajinasi yang menduduki posisi sebagai penanda dalam sistem yang kedua.
Semiotik berhubungan erat dengan strukturalisme sebagai sarana untuk menganalisis karya sastra. Hal ini sesuai dengan pendapat Pradopo (2008: 108-109) yang mengemukakan bahwa strukturalisme berhubungan erat atau bahkan tak terpisahkan dengan semiotik sebagai sarana untuk memahami karya sastra. Karya sastra adalah sebuah struktur yang komplek. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya sastra itu dianalisis.
Dalam analisis itu karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu adalah sebuah karya sastra yang utuh. Di samping itu, sebuah struktur sebagai satu kesatuan yang utuh dapat dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsur-unsur pembentuknya dan saling hubungan di antaranya dengan keseluruhannya. (Pradopo, 2008: 108)
Strukturalisme dapat dipandang sebagi salah satu pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya sastra yang bersangkkutan. Analisis struktural karya sastra dalam hal ini fiksi dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. (Nurgiantoro, 2007: 60)
Menurut Teeuw (dalam Ratna, 2008: 103), khususnya dalam ilmu sastra, strukturalisme berkembang melalui tradisi formalism. Artinya, hasil-hasil yang dicapai melalui tradisi formalis sebagian besar dilanjutkan dalam strukturalis. Secara definitif, strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya.
Sebuah karya sastra, fiksi, atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangunnya). Strukturalisme dapat dipandang sebagi salah satu pendekatan (baca: penelitian) kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya sastra yang bersangkkutan. Analisis struktural karya sastra dalam hal ini fiksi dapat dilakukan dengan mengidentifikasika, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. (Nurgiantoro, 2007: 61)
Stanton (2007: 22) mendeskripsikan unsur-unsur pembagian struktur fiksi terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Tema merupakan makna penting atau gagasan utama dalam sebuah cerita. Fakta cerita merupakan aspek cerita yang berfungsi sebagai elemen-elemen catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita.
Fakta cerita terdiri atas alur, tokoh, dan latar. Sarana cerita adalah metode pengarang dalam memilih dan menyusun detil agar tercapai pola-pola yang bermakna. Fungsi sarana sastra adalah memadukan fakta cerita dan tema sehingga makna sastra dapat dipahami dengan jelas. Sarana cerita terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa dan suasana, simbol-simbol, imajinasi, dan juga cara-cara pemilihan judul di dalam karya sastra.
2. Nilai Religius
Mangunwijaya (dalam Lathief, 2008: 175) mengemukakan bahwa segala sastra adalah religius. Religius diambil dari bahasa Latin relego, dimaksudkan dengan menimbang kembali atau prihatin tentang (sesuatu hal). Seorang yang religius dapat diartikan sebagai manusia yang berarti, yang berhati nurani serius, saleh, teliti, dan penuh dengan pertimbangan spiritual. (Lathief, 2008: 175)
Religiusitas lebih melihat aspek yang ‘di dalam lubuk hati’, moving in the deep hart, riak getaran hati nurani pribadi, sikap personal yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain. Dengan demikian sikap religius ini lebih mengajuk pada pribadi seseorang dengan Khaliqnya, bertata laku sesuai dengan karsa Tuhan. (Lathief, 2008: 175)
BAB III
2. Nilai Religius
Mangunwijaya (dalam Lathief, 2008: 175) mengemukakan bahwa segala sastra adalah religius. Religius diambil dari bahasa Latin relego, dimaksudkan dengan menimbang kembali atau prihatin tentang (sesuatu hal). Seorang yang religius dapat diartikan sebagai manusia yang berarti, yang berhati nurani serius, saleh, teliti, dan penuh dengan pertimbangan spiritual. (Lathief, 2008: 175)
Religiusitas lebih melihat aspek yang ‘di dalam lubuk hati’, moving in the deep hart, riak getaran hati nurani pribadi, sikap personal yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain. Dengan demikian sikap religius ini lebih mengajuk pada pribadi seseorang dengan Khaliqnya, bertata laku sesuai dengan karsa Tuhan. (Lathief, 2008: 175)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Strategi Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Penerapan metode kualitatif ini bersifat deskriptif yang berarti data yang dihasilkan berupa kata-kata dalam bentuk kutipan-kutipan. Menurut Moleong (dalam Arikunto, 2002: 6), metode kualitatif yang bersifat deskriptif dimaksudkan adalah bahwa data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
Penelitian kualitatif bersifat deskriptif lebih mengutamakan proses daripada hasil, analisis data cenderung induktif, dan makna merupakan hal yang esensial (Semi, 1993: 59). Proses dalam penelitian kualitatif lebih diutamakan karena hubungan antar bagian-bagian yang sedang diteliti jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses. Dalam pelaksanaannya, metode deskriptif kualitatif menuntut peneliti untuk menangkap aspek penelitian secara akurat serta memperhatikan secara cermat apa saja yang menjadi fokus penelitian sehingga pemberian interpretasi dapat lebih mendalam.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun ini adalah pendekatan semiotik. Pendekatan semiotik bertolak dari anggapan bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Hal ini berarti penekanan pendekatan semiotik dalam penelitian ini adalah pemahaman makna novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam melalui tanda-tanda dalam karya sastra.
B. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah sasaran yang akan diteliti yang tentu saja tidak terlepas dari masalah penelitian (Al-Ma’ruf, 2009: 10-11). Objek penelitian ini adalah nilai-nilai religius dalam novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun dengan tinjauan semiotik.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Data merupakan bahan yang sesuai untuk memberi jawaban terhadap masalah yang dikaji (Subroto dalam Al-Ma’ruf, 2009: 11). Data penelitian sastra adalah unsur-unsur sastra yang terdapat dalam teks sastra yang berkaitan langsung dengan masalah penelitian. Data penelitian demikian substansinya dipandang berkualifikasi valid (shahih) dan reliable (terandal) (Al-Ma’ruf, 2009: 11).
Data dalam penelitian ini berupa paparan bahasa (teks tertulis) yaitu kata-kata, frasa, kalimat yang terdapat dalam novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2002: 107). Sumber data yang digunakan dalam penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber dara skunder (Al-Ma’ruf, 2009: 11-12).
Sumber data primer adalah sumber data yang mengandung data primer dalam hal ini adalah teks sastra yang diteliti. Sumber data primer dalam penelitian ini berupa teks novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun yang diterbitkan oleh penerbit Tiga Kelana tahun 2010.
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian atau telaah yang dilakukan oleh orang lain yang terdapat dalam berbagai pustaka seperti majalah, buku kritik sastra, makalah artikel pada jurnal sastra, hasil seminar sastra, dan sebagainya.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan pembacaan novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun secara cermat, terarah, dan teliti. Pada saat melakukan pembacaan tersebut, peneliti mencatat data-data tentang nilai-nilai religius yang ditemukan dalam novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam.
E. Teknik Validasi Data
Validasi data dilakukan sebagai tahapan terakhir dalam proses penelitian. Validasi data bertujuan untuk agar penafsiran dan analisis data dapat dipertanggungjawabkan dan memeriksa apakah data yang diolah sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan masalah. Adapun teknik yang digunakan dalam proses validasi data dikenal dengan nama triangulasi. Terdapat empat jenis triangulasi, yaitu: (1) triangulasi data, (2) triangulasi metode, (3) triangulasi teori, (4) triangulasi peneliti. (Siswantoro, 2010: 79).
Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi metode yaitu pendiskusian dengan ahli (dosen pembimbing) dengan tujuan untuk membantu mengecek kevalidan data. Kemudian melakukan diskusi dengan teman sejawat yang peneliti anggap tahu akan masalah yang diangkat.
F. Teknik Analisis Data
Milles dan Huberman (dalam Sutopo, 2002: 74) menyatakan bahwa terdapat dua model pokok dalam melaksanakan analisis di dalam penelitian kualitatif, yaitu (1) model analisis jalinan atau mengalir dan (2) model analisis interaktif.
Dari dua model dalam melaksanakan analisis di dalam penelitian kulalitatif tersebut peneliti menggunakan model kedua, yaitu model analisis interaktif. Dalam model analisis interaktif terdiri dari empat kemampuan analisis yaiutu, reduksi data, sajian data, pengumpulan data, dan penarikan kesimpulan, aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus.
Langkah-langkah dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut (Sutopo, 2002: 87).
A. Pendekatan dan Strategi Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Penerapan metode kualitatif ini bersifat deskriptif yang berarti data yang dihasilkan berupa kata-kata dalam bentuk kutipan-kutipan. Menurut Moleong (dalam Arikunto, 2002: 6), metode kualitatif yang bersifat deskriptif dimaksudkan adalah bahwa data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
Penelitian kualitatif bersifat deskriptif lebih mengutamakan proses daripada hasil, analisis data cenderung induktif, dan makna merupakan hal yang esensial (Semi, 1993: 59). Proses dalam penelitian kualitatif lebih diutamakan karena hubungan antar bagian-bagian yang sedang diteliti jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses. Dalam pelaksanaannya, metode deskriptif kualitatif menuntut peneliti untuk menangkap aspek penelitian secara akurat serta memperhatikan secara cermat apa saja yang menjadi fokus penelitian sehingga pemberian interpretasi dapat lebih mendalam.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun ini adalah pendekatan semiotik. Pendekatan semiotik bertolak dari anggapan bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Hal ini berarti penekanan pendekatan semiotik dalam penelitian ini adalah pemahaman makna novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam melalui tanda-tanda dalam karya sastra.
B. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah sasaran yang akan diteliti yang tentu saja tidak terlepas dari masalah penelitian (Al-Ma’ruf, 2009: 10-11). Objek penelitian ini adalah nilai-nilai religius dalam novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun dengan tinjauan semiotik.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Data merupakan bahan yang sesuai untuk memberi jawaban terhadap masalah yang dikaji (Subroto dalam Al-Ma’ruf, 2009: 11). Data penelitian sastra adalah unsur-unsur sastra yang terdapat dalam teks sastra yang berkaitan langsung dengan masalah penelitian. Data penelitian demikian substansinya dipandang berkualifikasi valid (shahih) dan reliable (terandal) (Al-Ma’ruf, 2009: 11).
Data dalam penelitian ini berupa paparan bahasa (teks tertulis) yaitu kata-kata, frasa, kalimat yang terdapat dalam novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2002: 107). Sumber data yang digunakan dalam penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber dara skunder (Al-Ma’ruf, 2009: 11-12).
Sumber data primer adalah sumber data yang mengandung data primer dalam hal ini adalah teks sastra yang diteliti. Sumber data primer dalam penelitian ini berupa teks novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun yang diterbitkan oleh penerbit Tiga Kelana tahun 2010.
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian atau telaah yang dilakukan oleh orang lain yang terdapat dalam berbagai pustaka seperti majalah, buku kritik sastra, makalah artikel pada jurnal sastra, hasil seminar sastra, dan sebagainya.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan pembacaan novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun secara cermat, terarah, dan teliti. Pada saat melakukan pembacaan tersebut, peneliti mencatat data-data tentang nilai-nilai religius yang ditemukan dalam novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam.
E. Teknik Validasi Data
Validasi data dilakukan sebagai tahapan terakhir dalam proses penelitian. Validasi data bertujuan untuk agar penafsiran dan analisis data dapat dipertanggungjawabkan dan memeriksa apakah data yang diolah sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan masalah. Adapun teknik yang digunakan dalam proses validasi data dikenal dengan nama triangulasi. Terdapat empat jenis triangulasi, yaitu: (1) triangulasi data, (2) triangulasi metode, (3) triangulasi teori, (4) triangulasi peneliti. (Siswantoro, 2010: 79).
Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi metode yaitu pendiskusian dengan ahli (dosen pembimbing) dengan tujuan untuk membantu mengecek kevalidan data. Kemudian melakukan diskusi dengan teman sejawat yang peneliti anggap tahu akan masalah yang diangkat.
F. Teknik Analisis Data
Milles dan Huberman (dalam Sutopo, 2002: 74) menyatakan bahwa terdapat dua model pokok dalam melaksanakan analisis di dalam penelitian kualitatif, yaitu (1) model analisis jalinan atau mengalir dan (2) model analisis interaktif.
Dari dua model dalam melaksanakan analisis di dalam penelitian kulalitatif tersebut peneliti menggunakan model kedua, yaitu model analisis interaktif. Dalam model analisis interaktif terdiri dari empat kemampuan analisis yaiutu, reduksi data, sajian data, pengumpulan data, dan penarikan kesimpulan, aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus.
Langkah-langkah dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut (Sutopo, 2002: 87).
- Pengumpulan data, yaitu pengumpulan data di lokasi studi dengan melakukan observasi, wawancara mendalam, dan mencatat dokumen menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat dan menentukan fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data berikut.
- Reduksi data, yaitu sebagai proses seleksi pemfokusan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang ada dalam lapangan langsung dan diteruskan pada pengumpulan data.
- Sajian data yaitu, suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dilakukan.
- Penarikan kesimpulan, sejak awal pengumpulan data peneliti harus mengamati dan tanggap terhadap hal-hal yang ditemui dilapangan (dengan meyusun pola-pola asahan dan sebab akibat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2009. “Metode Penelitian Sastra: Sebuah Pengantar”. Hand Out Kuliah. Surakarta: FKIP – UMS
Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2006. Dimensi Sosial Keagamaan dalam Fiksi Indonesia Modern. Surakarta: Smart Media
Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Lathief, Supaat I. 2008. Sastra: Eksistensialisme – Mistisisme Religius. Lamongan: Pustaka Ilalang
Nugraheni, Sekar. 2007. “Aspek Sufistik dalam Kumpulan Cerpen Setangkai Melati di Sayap Jibril Karya Danarto: Tinjauan Semiotik”. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
PurwOkartun, NasSirun. 2010. Penangsang: Tembang Rindu Dendam. Jakarta: Tiga Kelana
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa
Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi (Terjemahan oleh Sugihastuti). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lathief, Supaat I. 2008. Sastra: Eksistensialisme – Mistisisme Religius. Lamongan: Pustaka Ilalang
Nugraheni, Sekar. 2007. “Aspek Sufistik dalam Kumpulan Cerpen Setangkai Melati di Sayap Jibril Karya Danarto: Tinjauan Semiotik”. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
PurwOkartun, NasSirun. 2010. Penangsang: Tembang Rindu Dendam. Jakarta: Tiga Kelana
Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa
Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi (Terjemahan oleh Sugihastuti). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sutopo. 2002. Penelitian Kualitatif. Surakarta. Sebelas Maret University Press.
Wicaksono, Aji. 2007. “Aspek Religius Puisi dalam Mantra Orang Jawa Karya Sapardi Djoko Damono: Tinjauan Semiotik”. Skripsi. Universitas Sebelas Maret
---------------------------------------------------------------
Download Proposal Penelitian Sastra
Nilai-nilai Religius dalam Novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun: Tinjauan Semiotik
Nilai-nilai Religius dalam Novel Penangsang: Tembang Rindu Dendam karya NasSirun PurwOkartun: Tinjauan Semiotik
No comments:
Post a Comment