Thursday, July 28, 2016

Pengkajian Naskah Lakon


a. Menurut teori filologi, teks klasik boleh dianggap barang abstrak, karena teks aslinya telah hilang. Naskah, yang sering dikacaukan dengan teks, sebenarnya merupakan turunan dari teks aslinya. Maka, teks bisa lebih tua daripada naskah yang mewakilinya.

b. Tradisi ialah proses penyalinan atau penurunan teks asli did alma teori filologi.

c. Kritik teks ialah pengkajian terhadap versi naskah, untuk memperoleh naskah aslinya – atau setidaknya naskah yang paling mendekati teks aslinya. Dan ini merupakan kerja awal dari proses pengkajian sebuah naskah – tidak terkecuali naskah lakon.

d. Lakon adalah istilah lain dari ‘drama’, kata lakon berasal dari bahasa Jawa, yang berarti lampahan.

e. Lakon (drama), bagi sastrawan merpakanjenis lain di samping puisi dan prosa.

f. Lakon sastra adalah lakon-lakon di mana kaidah-kaidah sastra dapat diharapkan sebagai sarana acuan dalam pengkajian lakon.

g. Lakon ada yang memiliki naskah lakon, ada yang tidak, pementasan lakon lewat TVRI atau radio, biasnya biasanya dituntut adanya naskah lakon.

h. Tahun 1910 dan 1933 merupakan periode pembaharuan atau periode renaissance. Dalam periode ini terjadi upaya penolakan terhadap proses pengekoran terhadap nilai-nilai budaya asing.

i. Pada tanggal 27 Mei 1944 di Jakarta berdirilah kelompok Teater “Maya”. Pendirinya adalah Usmar Ismail Almarhum. Tujuannya menegakkan kegiatan untuk kejayaan budaya Indonesia secara tegas. Di sinilah mulai timbulnya tradisi penulisan naskah lakon.

j. Dua tokoh penting pada periode renaissance ialah:
  • Usmar Ismail, pemimpin dan sutradara kelompok”Maya”
  • Anjas Asmara, pemimpin dan sutradara Kelompok sandirwara “Cahaya Timur”.
k. Zaman pendudukan Jepang, secara tidak langsung Jepang telah membawa perombakan dan pembaharuan yang positif terhadap perkembangan perteateran di Indonesia, khususnya di bidang penulisan naskah lakon. Pembaruan itu antara lain:
  • Naskah-naskah lakon menjadi lebih terdokumentasi.
  • Munculnya dengan jelas dan tegas komponen atau unsure sutradara yang berkedudukan dan berfungsi penuh.
  • Corak, gaya dan jangkauannya telah berpijak pada bumi Indonesia; tetapi dalam dunia pentas masih berkiblat ke Barat.
l. Dalam periode 1942 – 1945 masalah yang ditampilkan buka lagi masalah menusia lokalatau daerah denga budaya local (teknik), tetapi masalah manusia Indonesia dengan budaya Indonesia.

m. Untuk keperluan sistematika dalam pengkajian terhadap periode terdisi penulisan naskah lakon di Indonesia, dapat dibedakan dalam dua kurun waktu:
  • Kurun waktu naskah lakon Drama sastra
  • Kurun waktu naskah lakon drama Tiratrikal/teateral.
n. Penulis-penulis naskah lakon sebelum tahun 1967/1968 antara lain:
  • Roestam Effendi : Bebasari (1926)
  • Sanusi Pane : Airlangga (1928), Kertajaya (1932), Manusia Baru (1930), Sandyakalaning Majapahit ( 1933).
  • Armyn Pane : Setahun di Bedahulu (1930), Lukisan Masa (1937), Negara Lenggang Kencana (1939), Jinak-jinak Merpati (1944), Barang Tiada Berharga (1945).
o. Naskah-naskah lakon:
  • Sebelum tahun 1967/1968 biasa disebut ‘naskah lakon sastra’
  • Sesudah tahun 1967//1968 biasa disebut ‘naskah lakon sutradara’.
p. Teater adalah seni kontekstual, pengkajiannya dapat dilaksanakan melalui pendekatan interdisipliner yang meliatkan ilmu-ilmu bantu sebagai penunjangnya.

q. Naskah lakon yang masih pralakon, baru menjadi lakon yang sebenarnya apabila sudah dipentaskan.

r. Dalam proses pendekatan, pengkajian, pemahaman dan penikmatan, seni drama dan teater, dan juga film, kita harus mempertimbangkan:
  • Aspek intrinsik
- Aspek literer yang tampak dalam struktur
- Aspek teateral yang tampak dalam tekstur dan pemanggungannya.
  • Aspek ekstrinsik
Aspek konteks yang tampak dalam factor-faktor penunjang yang berfungsi sebagai variable-variabel semiotic, menunjang dan pendukung proses penjadian taeater.
s. Jika naskah lakon jenis prosa dan puisi umumnya sudah selesai dalam dirinya maka jenis drama barulah sempurna apabial sudah dipentaskan.

 

Referensi:
Satoto, Soediro. 1991. Pengkajian Drama I. Surakarta: Sebelas Maret University Press. 




Pengkajian, Pendekatan, Garapan, Gaya, dan Teknik Pengkajian Seni Drama, Teater, dan Film


Istilah ‘pengkajian’merupakan padanan dari istilah ‘telaan’ atau ‘study’ dalam bahasa Inggris.

a. Kehidupan telaah sastra adalah kehidupan meneliti, menelaah kehidupan, mencipta, cipta sastra dan peminat sastra dalam rangka menyusun teori sastra; dan pada gilirannya teori sastra dipergunakan penelaah untuk gilirannya teori sastra dipergunakan menelaah untuk menjelaskan dan meramalkan realitas suatu gejal atau peristiwa dalam rangka mencari kebenaran ilmiah.

b. Jenis drama dibangun oleh dua aspek:

  • Aspek literer, dikaji berdasarkan konvensi literer (biasanya lebih tanpak pada struktur naskah lakon).
  • Aspek teateral, dikaji berdasarkan konvensi teater, (Biasanya lebih tanpak pada tekstur).
c. Pengkajian drama yang utuh adalah pengkajian seluruh aspek atau komponen yang membangun seluruh drama sebagai seni kompleks, kolektif, dan ansambel.

d. Pengkajian teater adalah pengkajian seluruh unsur teater secara herarkis, keseluruhan, utuh dan padu.

e. Pengkajian drama film lebih kompleks daripada dram teve, drama radio, atau drama penggung; karena berbeda media, sifat dan motivasi keberadaan film itu sendiri jika disbanding dengna bentuk dram yang lain.

f. Sebagai teater, baik dram panggung, dram radio, drama teve, maupun drama film memiliki hakikat yang sama yaitu tikaian (konflik). Perbedaan terletak pada teknik garapan karena berbeda medianya.

  • Drama panggung bersifat tiga dimensi (lihatan, dengaran, rabaan/bauan/ciuman).
  • Drama teve dan drama film bersifat dua dimensional.
  • Drama radio bersifat monodimensional
  • Drama panggung teknik vocal dan teknik garapan domininan
  • Drama teve dan film di samping teknik vocal, akustik dan teknik gerak, jasa elektronik dan peralatan kamera canggih membantu.
  • Dram radio, teknik vocal dan akutik memegang peranan penting.
g. Pendekatan merupakan alih bahasa dari kata ‘approcoach’ sedang padanan katanya adalah ‘hampiran’.

h. Bermacam-macam pendekatan terhadap seni drama dan teater tergantung bagaiman oran gmeletakkan drama sebagai seni apa, misalnya: drama dan teater sebagai seni sastr;senirupa; seni peran; sni gerak; seni wicara,dll.

i. Beberapa pendekatan sastra, antara lain: pendekatan struktural murni; structural baru; poststruktural atau dekonstruksi; semiotic; struktur genetic;dll.

j. Perbedaan film dengan drama panggung, drama teve dan drama radio, terletak pada sifat, garapan, teknik, penyajian dan cara penikmatannya. Sedang kesamaannya terletak pada hakikat yaitu tikaian. Film dan jenis-jenis drama lainnya adalah seni kompleks-seni kolektif dan seni ansambel. Proses penjadiannya di samping melalui tahapan-tahapan, juga melibatkan hampir seluruh cabang seni dan non-seni. Pendekatan drama dan teater, dan film dilakukan dengan melibatkan aspek-aspek literer, aspek teateral, aspek artistic, aspek polessosobudhankam dan aspek ekstrinsik lainnya. Dengan kata lain pendekatan terhadap film melibatkan aspek tekstual dan kontektual.

k. Jenis-jenis pendekatan menurut M.H. Abrams:

  • Pendekatan ekspresif
  • Pendekatan objektif
  • Pendekatan mimetic
  • Pedekatan pragmatic
l. Konsepsi-konsepsi kerja yang disampaikan oleh para sutradara yang bertaraf nasional, yaitu:
  • WS. Rendra dengan konsepsinya, “Kegagalan Dalam Kemiskinan: Teater Modern Indonesia”
  • Putu Wijaya dengan konsepsinya, “Jalaan Pikiran Teater Mandiri: bertolah dari yang ada”
  • Wahyu Sihombing dengan konsepsinya, “Masalah Sutradara adalah masalah penafsiran naskah dan casting.
  • Pramana Padmadarmaya, dengan konsepsinya, “Ekspresi Global Melalui pendekatan intividul” dan “Pada pembinaan dasar seorang pemeran”.
  • N.Riantiarno dengan konsepsinya, “kemarin atau nanti teater tanpa selesai”
m. Drama-drama Literer misalnya:
Bebasari; Kertajaya; Lukisan Masa; Citra; Tuan Amin; Kejahatan membalas Dendam; Bunga Rumah Makan; Tumbang-tumbang; Malam Jahanam; Sekelumit Nyanyian Sunda; dan Domba-domba Revolusi.

n. Drama sastra atau Drama Literer: drama yang ditulis oleh para sastrawan.

o. Gaya ialah bentuk garapan yang telah mempunyai kekhasan.

p. Beberapa gaya teater dan film antara lain:

  1. Gaya penyutradaraan WS. Rendra
  2. Gaya wayang orang dari berbagai daerah, gaya kethoprak dari berbagai daerah, gaya lenong, gaya ludruk, dan gaya Srimulat, dll.
  3. Teater topeng gaya Jawa dan Bali.
  4. Teater wayang gaya Surakarta, Semarang, Jawa Barat, dan lain-lain.
  5. Ontowacana wayang orang gaya Surakarta, Yogyakarta, dll.
  6. Teknik vocal gaya drama panggung, drama radio, drama teve, dan drama film
  7. Penyutradaraan film gaya masing-masing sutradara.
  8. Gaya para actor dan aktris yang beraneka ragam.
q. Teknik bermain merupakan unsure yang penting dalam seni bermain drama.

r. Teknik pementasan memerlukan keunikan jika ingin memperoleh kadar artistic.

 


Referensi:
Satoto, Soediro. 1991. Pengkajian Drama I. Surakarta: Sebelas Maret University Press. 




Teater Tradisional Jenis Wayang dan Ketoprak


A. Wayang
1. Pengertian Wayang

Kata ‘wayang’ berasal dari akar kata ‘yang’. Kira-kira berarti gerakan yang berulang-ulang tidak tetap. Bervariasi dengan akar kata ‘yong’, ‘yung’, rayong, sempoyongan, Poyang-panyingan, dapat disimpulkan ‘wayang’ berarti bayangan yang bergoyang, bolak-balik, atau mondar-mandir. Menurut Nederlans Indie Volk Geschiedenis ‘wayang’ adalah suatu permainan bayangan kelir (layar) yang dibentangkan.

2. Jenis Wayang
a. Wayang pruwa
b. Wayang gedhog
c. Wayang klithik
d. Wayang golek
e. Wayang topeng
f. Wayang wong
g. Wayang beber.

Menurut Woordenboek Javaas-Nederlands, wayang ada empat, yaitu:
a. Wayang kulit
b. Wayang golek
c. Wayang wong
d. Wayang cina.

3. Karakteristik jenis-jenis wayang
a. Wayang Beber
Wayang ini merupakan pembesaran wayang purwa atas perintah Prabu Mahesa Tandreman, raja Pejajaran. Wayang ini dimainkan oleh seoran gdalam ang bernama ‘Widdhucaka’. Ia memegang sebialh kayu utnuk menunjukkan gambar-gambar pada rahwana. Lakon yang apling popular adalah Joko Kembang Kuning.

b. Wayang Gedhog
Wayang Gedhog reportoirnya menisahkan R.Panji dan Condro Kirana. W.G menceritakan empat raja bersaudar; Kediri, Jenggala, Singasari, dan Urawan/Ngurawan. Ciri-ciri wayang gedhog ialah memakai keris, kelat bahu, anting-anting dan lain-lain. Tidak ada kera dan raksasa. Raja Sabrang ialah Prabu kelana, memiliki bala tentara Bugis yang memakai iakt kepala yang panjang. Repertoire disusun cukup untuk pementasan satu malam suntuk. Slah satu sumber cerita ialah Smaradahana. Music yang digunakan dalam wayang ini adalah gamelan ‘Pelog’.

c. Wayang Kidang Kencana
Disebut wayang Kidang Kencana sebab semua pakaian yang sebaiknya terdiri dri emas dilapis emas. WKK digubah oleh Sunan Gunung Giri bersama Pengeran Trenggorno pada tahun 1477 dengan jalan memperkecil ukuran wayang.

d. Wayang Golek
Wayang golek merupakan kombinasi bentuk wayang kulit dan arca yang berbentuk seperti boneka atau golek. Tokoh dalam wayang golek: Wong Agung Menak, Umar Maya, tokoh-tokoh terdapat dalam cerita Amir Hamzah antara lain: Buzur, Alkas menteri, dll. 8 s.d 9. Seperti halnya wayang kulit tiap-tiap pelaku dalam Wayang Orang memiliki kekhasan ontowanconnya sendiri-sendiri. Cakapan anatar tokohk dilakukan oleh para pemain yang bersangkutan. Tetapi suluk dan pengarah laku dilakukan oleh dalang.

e. Wayang Sunggingan
Raja Brawijaya mempunyai seorang anak putera bernama SUnnging Prabangkara. Istilah ‘sungging’ berasal dari nama desa Sungginpan tempat Kyai Telingung yang erkenal pandai memahat dari aliran Sungging.

f. Wayang Krucil
Wayang krucil ini dibuat dari kayu tipis bentuknya mirip wayang Beber. Dibuat zaman Raja brawijaya. Ceriteranya mengisahkan hubungan kerajaan jenggala, Kendari, Ngurawan, dan Singosari, samapi dengan kerjaan Majalengaka. Gemelan pengiriangnya adalah gamelan Sledro. Cara mempergelarkannya menggunakana’plangkan’seperti Wayang Golek dan Wayang beber atau Wayang Sunggiyan. Kemudian Wka ini diperbaiki oleh Sunan Bonang untk memperingati R. Damarwulan dan Ratu Ayu dari Majapahit.

g. Wayang Wong (Wayang orang)
Berdasarkan para pengmat, wayang Wong telah ada sejak tahun 1910, sumber ceritanya sama dengan wayang kulit. Para pelakunya bukan boneka-boneka yang dibuat dari kulit atau kayu, tetapi orang yang hidup. Masa putar wayang orang 2 s.d 4 jam, sedang wayang kulit semalam suntuk. Di dlam wayang wong ini terlihat usaha yang berasal dari kalangan keratin, untuk memeberikan bentuk baru kepada tonil bayangan yang klasikitu, dengan pertunjukan yang lebih modern dengna manusia hidup, sehingga Dr. Hazeu menyatakan : Mungkin adanya wayang wonag ini di ilhami pada pertunjukakn orang Eropa, jadi nama diberikan Karen boneka/wayangnya.

h. Wayang Keling Pekalongan
Wayang keeling Pekalongan berkaitan erat dengan masuk dan perkembngannya agama islam yang disebarkan oleh para Wali sanga ke Jawa menjelang runtuhnya kerajaan majapahit. Pada peristiwa perang Paregreg di Majapahit mengakibatkan orang –orang Majapahit lari berpencaran menghindari pengaruh agama islam. Mereka itu yang ke timur menuju Bali yang ke teggara mempertahankan kepercayaan aslinya. Tiap tahun mengadakan upacara keagamaan yang disebut Kasodo. Yang ke Jawa Tengah ke daerah Borobudur-Magelang mempertahankan kepercayaan lelururnya-agama Budha.

i. Wayang Dakwah
Sesuai dengna namanya, Wayang Dakwah dipakai utnuk dakwah agama dan ajaran Islam. Jadi, fungsi dan peran Wayang Dakwah adalah sebagai sarana dakwah, pendidikan, komunikasi, di samping hiburan. Karena wayang pada umumnya bersifat mistik dan penuh dengna kemusrikan, maka Wayang dakwah memasukkan ajaran Islam untuk menghindari dan mencegah hal-hal dan praktek-praktek kemusrikan tersebut.

j. Wayang Kulit Betawi
Wayang Kulit Betawi tidak mengenal unggah-ungguh atau tatakrama seperti halnya wayang Kulit Surakarta atau Yogyakarta di Jawa Tengah. Konvensi atau pakem yang digunakan dalam WKB ialah seperti apa adanya yang telah diajarkan atau diturunkan secarat turun-temurun oleh guru-guru pendahulu mereka. WKB betul-betul seni pertunjukan rakyat yang unik dan menarik. Tiak terlalu terikat ole pakekm-pekem yang ketat. Unsure improvisasi dan spntaistas lebih iutamakan seperti halnya pada drama kontemporal.

k. Wayang Kulit Bali
Lakon yang dipergelarkan dalam Wayang Kulit Bali tidak berbeda dengan Wayang Kulit di jawa Tengah. Khususnya , Wayang Kulita bali ditanggap dalam rangka upacara keagamaan Hindu pada hari-hari besar gama Hindu. Repertoirenya juga kmengambil dari Kitab Ramayana dan Mahabharata. Ada beberapa jenis Wayang Kulit Bali misalnya: Wayang Sapu Leger, digunakan utnk upacara ritus kehiduapan manusia. Wayang Sidamal, untuk keperluan ruwatan dan upacara Ngaben, Wayang Lemah untuk upacara Dewa Yadnya. Lakon yang diambilnya dari cerita yang dikeramatkan, misalnya Dewa Ruci.

l. Wayang Potehi
Wayang yang menceritakan kisah-kisah dari negeri Cina.

m. Wayang Madya
Lakonnya antara jaman purba sampai dengan jaman baru, dari Prabu Gendrayana di kerajaan Astina, sampai jamannya Prabu lembusubrata di majapura.

n. Wayang Tasripin
Diciptakan oleh seorang kaya di Semarang tahun 1920. Semula ia membuta wayan gkulit biasa, lalu diarak seperti Wayang Thailand,akhriny ditambah dengan sunggingan dan prabot yang mewah.

o. Wayang Wahyu
Digubah oleh Rusradi, seorang uru Penjas dari daerah kemlayan, Solol dimaksudkan untuk penyebaran agama Kristen pada bulan Oktober 157.

4. Budaya Jawa sebagai Model Semiotik
Pada umumnya, orang Indonseia sepakat bahwa wayang kulit Jawa merupakan karaya seni budaya Jawa yang memiliki nilai adi luhun. Meskipun repertoirenya bersumber pada epos india; Ramayana dan Mahabahrata, wayang kulit Jawa telah digarap dan dimodifikasi oleh orang Jawa asli berdasarkan sikap budaya Jawa.

Seni teater menurut Frances Yates, ibarat lambing moral. Salah satu butir kesimpulan Grebstein tentang pendekatan sosio budaya terhadap sastra, yang dikutip oleh Sapardi Djoko Damono, adalah sebagai berikut:
Setiap karya sastra yang bisa bertahan lama pada hakikatnya adalah sutu moral, baik dalam hubungan degnan orang –orang . karya sastra bukan meurpakan moral dalam arti yang sempit, yakni yang sesuai dengan suatu kode atau system tindak-tanduk tertentu, melainkan dalam pengertian bahwa ia terliat dalam kehidupan dan menampilkan tanggapan evaluative terhadapnya, dengan demikian sastra adalah eksperimen moral (Sapardi Djoko Damono, 1978: 5).

 

B. Ketoprak
1. Prakata
Ketoprak merupakan salah satu jenis seni pertunjukkan tradisional yang masih poetnsial untuk direaktualisasi, restrukturisasi, dan refungsionalisasi dalam zaman era pembangunan ini. Sifatnya yang lebih lewah dan dinamis daripada jenis Wayang Orang. Ketoprak muncul sejak sekitar tahun 1930-an.

2. Asal Mula Ketoprak
Beberapa sumber yang dapat memberikan petunjuk asal mul ketoprak dapat dikemukakan di bawah ini:
a. Berdasarkan laporan hasil penelitian Badan Kesenian jawatan kebudayaan Kementerian Pendidikan Pengajaran dan kebudayaan Republik Indonesia, ketoprak lahir di Surakarta pada tahun 1908. Diciptakan oelh almarhum raden mas Temenggung Wreksodiningrat, pada saat ia mengaakan latiahn Ketoprak, dalam laithan tersebtu ia menggunakan alat ketabuah sebuah ‘lesung’, dan sebuah seruling.

b. Berdasarkan buku Jawa dan Bali Dua Pusat Perkembangan Drama Tradisional: ketoprak merupakan tarian rakyat yang belum begitu tua usianya. Ketoprak merupakan drama tari kerakyatan yang sesungguhnya, diciptakan Raden Mas Tumenggung dari Surakarta tahun 1914.

3. Periode Ketoprak
a. Periode Ketoprak Lesung (1887-1925)
• Tetabuahan lesung
• Tari (tari badutan, sederhana sekali)
• Nyanyian atau tembang
• Cerita (rakyat, petani)
• Pakaian (sederhana, petani).

b. Periode ketoprak Peralihan (1925-1927)
• Tetabuhan campur (lesung, rebana, alat music barat)
• Tari (dengan dialog dan improvisasi)
• Nyanyian atau tembang
• Cerita (rakyat, 1001 malam)k
• Pakaian (pra-kostum, busana)
• Rias (pra-make-up)

c. Periode Ketoprak Gamelan
• Tetabuhan gamelan
• Cerita (lebih luas, babad, sejarah, Panji, dll)
• Nyanyian atau tembang improvisasi.
• Pakaian
• Rias (dasar-dasar make-up, disesuaikan dengan lakon).

4. Sekilas Sejarah Perkembangan Kelompok Ketoprak
Untuk pertama kali pada tahun 1909 ketoprak dipentaskan di dalam kepatihan Surakarta pada saat upacara perkawinan Kanjen Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam VII dengan Gusti Bandara Raden Ajeng Retno Puwono. Pada tahun 1925 ketoprak mulai masuk ke Yogyakarta. Untuk pertama kali Ketoprak dipentaskan di Demangan Yogyakarta oleh Perkumpulan Ketoprak Krido Madyo Utomo (KMU) dari Surakarta yang pada waktu itu terkenal dengan sebutn grup ketoprak lesung. Sesudah peristiwa itu bermunculan grup-grup ketoprak di kampong-kampung dan di desa-desa di daerah Yogyakarta. Munculnya grup-grup itu baik di Surakarta maupun di Yogyakarta dapat dikategorikan ke dalam dua sifat penglolaannya, yaitu 1) Bersifat amatir, 2) professional. Kategori pertama bertujuan pembinaan dan pengembangan kesenian ketorpak khususnya, sedang kategori kedua bertujuan untuk mencari nafkah.

5. Ketoprak dalam Pembaharuan
Jika kita memperhatikan sejarah asal mula timbulnya ketoprak dan proses perkembangan selanjutnya, menunjukkan bahwa seni pertunjukan Teater Tradisional ketorparak memiliki ciri dan sifat lebih dinamis daripada seni pertunjukan yang keduanyan, baik ketoprak maupun wayang orang muncul, hidup, tumbuh, dan berkembang di bumi yang sama, yaitu Surakarta dan Yogyakarta, baru daerah lainnya.

 


Referensi:
Satoto, Soediro. 1991. Pengkajian Drama I. Surakarta: Sebelas Maret University Press. 




Jenis Drama dan Jenis Teater


A. Jenis-jenis Drama
1. Drama ajaran: lakon-lakon abad pertengahan dengan tokoh yang melambangkan kebaikan dak keburukan, kegembiraan, persahabatan dan sejenisnya.
2. Drama Baca: drama yang dimaksudkan hanya untuk dibaca, tidak untuk dipentaskan.
3. Drama Pentas: drama ini memang diciptakan untuk dipentaskan.
4. Drama busana: drama dengan latar masa yang berbeda dengan masa kini, sehingga untuk pementasannya memerlukan tata busana khusus.
5. Drama masa: lakon yang ditulis pada akhir abad XIX.
6. Drama Duka: drama yang akhirnya dengan menyedihkan.
7. Drama dukaria: drama yang berisi tragedy-komedi.
8. Drama riadi: drama ria mencapai efeknya melalui tokoh dan watak, alur, bahasa dan satire. Drama ini terutama menghimbau akal budi penonoton, dan bahkan seringkali mengandung amanat yang serius.
9. Drama riantik: pada mulanya istilah ini menunjuk pada irama ria yang secara romantic menyajikan kembalik kehidupan sebagaimana diangan-angankan penulisnya, dan tidak sebagaimana nyatanya.
10. Drama romantik:
11. Drama santun
12. Drama sebabak
13. Drama wiraan
14. Drama puitik
15. Drama liris
16. Drama simbolis
17. Drama monolog
18. Drama rakyat
19. Dram tradisional , dll.

B. Jenis-jenis teater
a. Dilihat dari segi bentuk
1. Teater tradisional
2. Teater modern

b. Dilihat dari kurun waktu

1. Teater klasik
2. Teater tradisional
3. Teater modern
4. Teater kontemporal.

c. Diliahat dari segi daerah

1. Teater daerah
2. Teater Indonesia
3. Teater Asing.

d. Dilihat dari gaya penyajiannya
1. Teater Prosais
2. Teater liris
3. Teater simbolis
4. Teater realis
5. Teater naturalis
6. Teater serealis
7. Teater romantic
8. Teater liturgis.




 


Referensi:
Satoto, Soediro. 1991. Pengkajian Drama I. Surakarta: Sebelas Maret University Press. 




Unsur-unsur Drama dan Unsur-unsur Teater


1. Pengertian Lakon

Lakon adalah kisah yang didramatisasi dan ditulis untuk dipertunjukkan di atas pentas oleh sejumlah pemain (Riris K. Sarumpaet). Lakon adalah karangan berbentuk drama yang ditulis dengan maksud untuk dipentaskan (Panuti Sudjiman).


2. Istilah lain dari drama

  • Lakon (berasal dari bahasa Jawa; laku-an-lakon)
  • Tonil (berasal dari bahasa Belanda ‘toneel’
  • Pentas (drama yang dipentaskan)
  • Play, artinya permainan
  • Teater
  • Sandiwara.
Ki Hajar Dewantara member arti ‘sandiwara ialah pengajaran jenis sastra yang dilakukan dengan perlambangan. Hakikat lakon adalah tikaian (konflik), hakikat cerkam adalah cerita. Hakikat puisi adalah kata, diksi, konsentrasi dan imajinasi. Jenis cerkam menekankan pada tiga variable yaitu:
Tema dan amanat.
Penulis.
Pembaca.


A. Unsur-unsur Drama
1. Tema dan Amanat
Penulis naskah lakon bukanlah mencipta untuk semata-mata, tetapi juga untuk menyampaikan sesuatu (pesan, amanat, message) kepada publik, masyarakat. Penulis naskah lakon menciptakan untuk menyuguhkan persoalan kehidupan manusia, baik kehidupan lahiriah maupun kehidupan batiniah, yaitu pikiran, perasaan, dan kehendak.

2. Penokohan
Yang dimaksud penokohan di sini adalah proses penampilan ‘tokoh’ sebagai pembawa peran watak tokoh dalam suatu pementasan lakon, penokohan harus mampu menciptakan citra tokoh. Karenanya, tokoh-tokoh harus dihidupkan.
Penokohan menggunakan berbagai cara, watak tokoh dapat terungkap lewat:
(a) Tindakan atau lakuan
(b) Ujaran atau ucapan
(c) Pikiran, perasaan, dan kehendak
(d) Penampilan fisiknya
(e) Apa yang dipikirkan, dirasakan atau dikehendaki tentang dirinya, atau tentang diri orang lain.

Tokoh atau karakter adalah bahan baku yang paling aktif sebagi penggerak jalan cerita. Karakter yang dimaksud adalah tokoh-tokoh yang hidup—bukan mati. Dia adalah boneka-boneka di tangan kita. Karena tokoh ini berpribadian dan berwatak, maka memiliki sifat-sifat karakteristik yang dapt dirumuskan ke dalam tiga dimensional:
(1) Dimensi Fisiologis (ciri-ciri badan)
(2) Dimensi Sosiologis (ciri kehidupan masyarakat)
(3) Dimensi Psikologis (latar belakang kejiwaan)

Ada empat jenis tokoh peran watak yang merupakan anasir keharusan kejiwaan, yaitu:
(a) Tokoh Protagonis (peran utama, pusat sentral)
(b) Tokoh Antagonis (peran lawan)
(c) Tokoh Tritagonis ( peran penengah)
(d) Tokoh Peran Pembantu (peran yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik).


Dilihat dari segi perkembangan watak tokoh, dapat kita lihat jenis-jenis tokoh:

  1. Tokoh Andalan: tokoh yang tidak menjadi peran utama, tetapi menjadi kepercayaan dari protagonis.
  2. Tokoh Bulat: tokoh dalam karya sastr, baik jenis lakon maupun roman/novel, yang diporikan segi-segi wataknya,hingga dapat dibedakan dari tokoh-tokoh lain.
  3. Tokoh datar atau tokoh pipih: tokoh dalam karya sastra, baik lakon maupun roman/novel, yang hanya diungkapkan dari satu segi wataknya.
  4. Tokoh durjana: tokoh jahat dalam cerita.
  5. Tokoh Lawak
  6. Tokoh Statis: tokoh dalam roman/novel atau lakon yang dalam perkembangan lakunya sedikit sekali, atau bahkan sama sekali tidak berubah.
  7. Tokoh Tambahan: tokoh dalam lakon yang tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mereka tidak memegang peranan, bahkan tidak penting sebagai individu.
  8. Tokoh Utama: atau disebut juga tokoh protagonis.

3. Alur
Alur adalah konstruksi, bagan/skema atau pola dari peristiwa-peristiwa dalam lakon, puisi atau prosa; bentuk peristiwa dan perwatakan itu menyebabkan pembaca atau penonton tegang dan ingin tahu (J.A. Cuddon). Alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu (Panuti Sudjiman).

Macam-macam alur, diliahat dari sisi lain:

  1. Alur menanjak: jalinan peristiwa dalam suatu karya sastra yang semakin menanjak sifatnya.
  2. Alur menurun: jalinan peristiwa dalam sastra yang semakin menurun sifatnya.
  3. Alur maju: jalinan peristiwa dalam suatu sastra yang berurutan dan berkesinambungan secara kronologis dari tahap awal sampai tahap akhir cerita.
  4. Alur Mundur: jalinan peristiwa dalam suatu karya sastra yang urutan atau penahapannya bermula dari tahap akhir atau tahap penyelesaian, baru tahap-tahap peleraian, perumitan dan perkenalan.

Bermacam jenis alur yang lain dapat dikemukakan dibawah ini:
a. Diliaat dari segi mutunya (kualitatif):

  • Alur erat: jalinan peristiwa yang sangat padu di dalam karya sastra.
  • Alur longgar: jalinan peristiwa yang tidak padu, menidakan salah satu peristiwa.
b. Dilihat dari segi jumlahnya: (1) alur tunggal, (2) alur ganda.

William Hendry Hudson membagi struktur drama dalam enam tahap yaitu: eksposisi, konflik, komplikasi, krisis, resolusi, keputusan. Jika kita hendak menyederhanakan struktur alur dalam drama, paling tidak struktur itu harus mempu mempunyai tiga komponen yaitu: intoduksi, situasi, dan resolusi. Adapun dua jenis teknis penyaluran yang biasa dipergunakan yaitu: (1) sorot balik, (2) tarik balik.

4. Setting (aspek ruang, aspek waktu)
5. Tikaian atau konflik
6. Cakapan (dialog, monolog)



B. Unsur-unsur Teater
Teater merupakan proses penyajian yang bertolak dan berangkat dari peristiwa ke peristiwa. Formulasi dramaturgi:
M.I. : menghayalkan: pengarang mencipta, mempunyai gagasan atau ide berdasarkan pengalaman subyektif.
M.II. : menulis: pengarang mencipta dan diungkapkan dalam teks/naskah.
M.III : memainkan: para kerabat kerja teater menafsirkan naskah lakon.
M.IV : publik menyaksikan/memahami pementasan drama.

Teks adalah peristiwa kesenian (DR.SO Robson). Unsur-unsur yang membangun kesatuan dan keutuhan formula dramaturgi:

  • Naskah lakon
  • Produser
  • Sutradara
  • Pemain
  • Para pekerja/kerabat panggung
  • Penonton
Naskah merupakan proses penurunan dari teks asli yang merupakan idea tau gagasan. Sedang penurunan teks akan menimbulkan banyak variasinya. Untuk memperoleh naskah mana yang mendekati teks aslinya, kita perlu membedakan tiga aspek:
Asal atau terjadinya teks.
Keturunan sejak terjadinya sampai sekarang
Penerapan atau penggunaannya sekarang.

Kedudukan naskah lakon ialah sebagi sumber cerita yang harus ditafsirkan oleh seluruh unsure teater sebelum pementasan. Fungsi naskah lakon ialah member inspirasi pada para penafsirnya. Pikiran sutradara pada saat menghadapi naskah lakon;
Apakah nada dasar naskah itu
b. Mungkah naskah itu dipentaskan.
c. Mengapa groupnya mengangkat naskah itu ke atas pentas.
d. Teknik garapan dan gaya apa yang cocok untuk pementasan.
e. Cocokkah naskah itu dipentaskan groupnya
f. Berapa waktu dan dana yang diperlukan utnuk menggarap naskah
g. Berapa waktu putar/running-time-nya.

Hubungan naskah lakon dengan produser: produser memilih naskah lakon, kemudian digarap oleh sutradara. Sedang produser yang mencari dana dan gedung. Hubungan naskah lakon dengan sutradara; sutradara adalah penemu dan penafsir I dari naskah lakon. Hubungan naskah dengan pemain sebagai penafsir II. Pemain melaksanakan tugasnya sesuai dengan hasial penafsiran sutradara terhadap naskah lakonnya. Antara pemeran dan naskah merupakan hubungan antara dua elemen yang paling memerlukan.

Hubungan naskah dengan piñata pentas: sebagai penafsir III. Penata pentas sebagai sarana visual/saran fisik membantu untuk menentukan tingkat kemungkinan naskah lakon itu dapat dikomunikasikan dengan publiknya lewat pementasan.

Fungsi naskah dengan penonton: penafsir ke IV. Naskah yang baik adalah naskah yang mempunyai tingkat kemungkinan yang tinggi untuk dapat berkomunikasi dengan penonton.

  • Produser adalah penanggung jawab keuangan, tugas utamanya mempergelarkan drama yang sudah digarap oleh sutradara. Lebih berperan daripada sutradara, actor/aktris dan kerabat kerja lainnya.
  • Dalam tata laksana administrasi produser dibantu oleh: menager dibidang administrasi, dibidang panggung, dan artistic.
  • Produser drama, teater dan film dapat ditangani oleh: instansi atau lembaga pemerintah atau petugasnya, yayasan atau organisasi swasta, atau petugasnya, dan sutradara sendiri.
  • dSutradara adalah seorang seniman teater yang mewujudkan secaa menyeluruh ke dalam kenyataan teater. Penyutradaraan adalah metode, teknik pendekatan sutradara dalam menggarap naskah lakon sampai dengan teknik dan gaya pementasannya. Ada dua tipe sutradara diliahat dari segi fungsinya: (1) Penemu dan penafsir utama naskah; (2) lakon secara kreatif.
  • Pencipta kondisi kerja.
  • Ruang lingkup dan fungsi sutradara; memilih, mendalami, menghayati, menafsirkan naskah lakon, memilih dan menetukan pemain, mengadakan kerjasama yang baik dengan seluruh kerabat kerja teater dan panggung dalam proses panggarapan naskah.


Referensi

Satoto, Soediro. 1991. Pengkajian Drama I. Surakarta: Sebelas Maret University Press.


Pengertian Drama dan Teater

 
A. Pengertian Drama
Kata ‘drama’ berasal dari kata Greek (bahasa Yunani)’draien’, yang diturunkan dari kata ‘draomai’, yang semula berarti berbuat, bertindak, dan beraksi. Selanjutnya kata drama mengandung arti kejadian, risalah, dan karangan.

Panuti Sujiman (editor), dalam Kamus istilah Sastra (1984: 20) memberi batasan ‘drama’ adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian atau konflik dan emosi lewat lakuan dan dialog, dan lazimnya dirancang untuk pementasan di panggung.

Herymawan RMA dalam Dramaturgi Bagian Ke I merumuskan pengertian drama berdasarkan beberapa pendapat, yaitu: (1) drama adalah kualitas komunikasi, situasi, aksi, yang menimbulkan perhatian, kehebatan, dan tegangan pada pendengar atau penonton, (2) menurut Moultan “Drama” adalah kehidupan yang dilukiskan dengan gerak, (3) drama adalah ceritera konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas, yang menggunakan bentuk cakapan dan gerak atau penokohan perwatakan di hadapan penonton.


B. Pengertian Teater
Kata ‘teater’ juga berasal dari bahasa Yunani, Teatron yang diturunkan dari kata ‘theomai’, yang berarti takjub melihat, memandang. Jadi jelas, jika kita berbicara tentang ‘teater’, sebanarnya kita bicarakan soal proses kegiatan dari lahirnya, penggarapan, penyajian, atau pementasan smpai dengan timbulnya tanggapan atau reaksi penonton atau public. Dengan kata lain, teater memiliki arti yang lebih luas, sekaligus menyangkut seluruh kegiatan dan proses penjadian dari proses penciptaan, penggarapan, penyajian atau pementasan, dan penikmatan.


C. Pengertian Seni Drama dan Teater
Drama adalah jenis sastra di samping jenis puisi dan prosa. Hakikat drama adalah konflik atau tikalan. Karena sastra termasuk cabang kesenian, maka drama merupakan bentuk kesenian juga. Drama sering disebut seni pertunjukan. Teater adalah istila lain dari drama, tetapi dalam arti yang lebih luas; yakni meliputi; proses pemilihan naskah, penafsiran, penggarapan, penyajian/pementasan, dan proses pemahaman atau penikmatan dari publik.
Perbedaan seni drama dan teater dapat dilihat pada ciri-ciri sebagai berikut:

Drama

  • Lakon (play)
  • Naskah (script)
  • Teks (text)
  • Pengarang
  • Kreasi (creation)
  • Teori (theory)

Teater

  • Pertunjukan (performance) 
  • produksi (production
  • pemanggungan (staging)
  • penafsiran (interpretation)  
  • pemain, pelaku, pemeran (actor/aktris)
  • praktek (practice)
 
Bisa dikatakan perbedaan seni drama dan teater adalah;
Drama :
- merupakan lakon yang belum dipentaskan.
- skrips yang belum diproduksi
- teks yang belum dipanggungkan
- hasil kresi pengarang yang masih harus ditafsirkan untuk merebut makna.
- teori yang harus dipraktekkan/dipentaskan.
Teater : naskah yang telah dipanggungkan untuk dinikmati.


D. Hakikat, Fungsi, dan Sifat Seni Drama dan Teater
1. Hakikat Seni Drama dan Teater
Yang dimaksud ‘hakikat’ di sini juga sesuatu yang ‘esensial’ (yang hakiki, yang harus ada). Hakikat drama adalah ‘tikaian’ atau ‘konflik’. Perwujudannya dalam teater dapat berupa gerak, cakapan (baik dialog maupun monolog) atau penokohan. Tikaian ini dapat berupa; tikaian yang terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan binatang, yang terjadi antra individu dengan individu lain, dlll.

2. Fungsi Seni Drama dan Teater

Fungsi drama dan teater pada umumnya dan khusunya adalah harus berguna dan menyenangkan. Maksudnya, disamping berfungsi sebagai penghibur, seni ini juga bermanfaat, artinya dapat member ‘sesuatu’ kepada penikmatnya. ‘Sesuatu’ itu dapat berupa pengetahuan, pendidikan, pengajaran, penerangan, dll.

3. Sifat Seni Drama dan Teater
Berdasarkan kurikulum 1975 dan 1984, seni drama dan teater merupanakan subbidang kesenian. Penempatan, Pengkajian Puisi, Pengkajian Cerkam Pengkajian Drama, serta Seminar Puisi memberi indikasi bahwa puisi, ragam sastra, tetapi bidang studi sastra yang berdiri sendiri. Sebagai salah satu jenis sastra dan salah satu bdiang kajian sastra, drama memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan dua jenis atau bidang studi sastra lainnya yaitu puisi dan prosa. Kelebihan terletak pada sifatnya yang lebih objektif, kolektif, kompleks dan multikontekstual. Itulah sebabnya seni drama dan teater juga ‘seni objektif’, ‘seni kolektif’, ‘seni ansambel’, ‘seni kompleks’, dan ‘seni multikontekstual’.


E. Hubungan Seni Drama dan Teater dengan Cabang-cabang Seni lainnya
Seni drama dan teater merupakan seni yang sekaligus kompleks, hampir semua cabang seni ada di dalamnya. Sebuah drama dan teater bagai cermin tanpa bingkai. Keduanya menggambarkan gerak kehidupan. Adapun cabang-cabang seni yang berfungsi sebagai pendukung dan penunjang berhasil tidaknya sebuah pementasan drama antara lain:
1. Seni Bahasa dan Sastra
2. Seni gerak (acting)
3. Seni Rias ( make-up)
4. Seni Busana (costum)
5. Seni Dekorasi (scenery)
6. Seni Suara dan Musik
7. Seni Tata Lampu (lighting)
8. Seni Tari dan Koreografi
9. Seni Rupa
10. Seni Pentas,dll.


Referensi:

Satoto, Soediro. 1991. Pengkajian Drama I. Surakarta: Sebelas Maret University Press.


Monday, July 25, 2016

Skripsi: Pembentukan Kosakata Slang dalam Komunitas Jkboss pada Akun Twitter @Jakartakeras


Judul Skripsi: Pembentukan Kosakata Slang dalam Komunitas Jkboss pada Akun Twitter @Jakartakeras
Penulis: Setiawan Nugroho

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta
2015


Abstrak


Penelitian mengenai pembentukan kosakata slang dalam komunitas JKBoss pada akun twitter @JakartaKeras ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) bentuk bahasa slang yang terdapat dalam komunitas JKBoss pada akun twitter @JakartaKeras, (2) proses pembentukan slang dalam komunitas JKBoss pada akun twitter @JakartaKeras, (3) makna slang yang terdapat dalam komunitas JKBoss pada akun twitter @JakartaKeras, dan (4) tujuan penggunaan slang dalam komunitas JKBoss pada akun twitter @JakartaKeras.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian merupakan data tertulis berupa ujaran atau tuturan yang terdapat pada twitt dan mention dalam komunitas JKBoss pada akun twitter @JakartaKeras. Sumber data penelitian ialah penggunaan bahasa slang yang terdapat dalam komunitas JKBoss pada akun twitter @JakartaKeras. Data diperoleh dengan menggunakan metode simak, sedangkan teknik yang digunakan bebas cakap. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode padan dan distribusional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah human instrument, dan keabsahan data diperoleh dengan ketekunan pengamatan dan debriefing.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa slang dalam komunitas JKBoss pada akun twitter @JakartaKeras adalah sebagai berikut. (1) Bentuk slang dalam komunitas JKBoss pada akun twitter @JakartaKeras berupa kata dan frase. Slang dalam komunitas JKBoss berupa kata yang mengalami proses pembentukan, berupa kata yang tidak mengalami proses pembentukan, dan slang yang berbentuk frase. (2) Proses pembentukan slang dalam komunitas JKBoss meliputi perubahan struktur fonologi berupa pembalikan suku kata, pembalikan kata secara menyeluruh, penghilangan suku pertama, dan penggantian vokal, sedangkan proses morfologi berupa akronim dan singkatan. (3) Jenis makna slang yang terdapat dalam komunitas JKBoss pada akun twitter @JakartaKeras meliputi makna denotatif dan makna konotatif. (4) Tujuan penggunaan slang dalam komunitas JKBoss digunakan sebagai kejenakan, umpatan, sindiran, keakraban, dan pernyataan.


Kata kunci : Slang, JKBoss, Akun twitter @JakartaKeras.


DOWNLOAD SKRIPSI
Pembentukan Kosakata Slang dalam Komunitas Jkboss pada Akun Twitter @Jakartakeras











Skripsi: Struktur Fonotaktik Kosakata Slang Pada Komunitas Mantan Pengguna Narkoba Di Rumah Sakit Grhasia Sleman


Judul Skripsi: Struktur Fonotaktik Kosakata Slang Pada Komunitas Mantan Pengguna Narkoba Di Rumah Sakit Grhasia Sleman
Penulis: Natalia Veni Handayani

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta
2013


Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur fonotaktik silabel dan struktur fonotaktik kata kosakata bahasa slang pada mantan pengguna narkoba di Rumah Sakit Grhasia Sleman.

Subjek penelitian ini meliputi kosakata atau istilah bahasa slang verbal yang dipergunakan mantan pengguna narkoba di Rumah Sakit Grhasia. Objek penelitian ini adalah fonotaktik silabel dan fonotaktik kata kosakata atau istilah bahasa slang yang dipergunakan mantan pengguna narkoba di Rumah Sakit Grhasia dalam berkomunikasi. Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik SLC (simak libat cakap) dan teknik SBLC (simak bebas libat cakap). Sedangkan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih. Alat penentu dalam rangka kerja metode agih berupa bagian atau unsur dari bahasa slang pengguna narkoba di Rumah Sakit Grhasia Sleman. Teknik analisis data yang digunakan dalam metode agih ini adalah mendeskripsikan segala sesuatu yang ditemukan dalam subjek penelitian. Maksudnya peneliti memaparkan data bahasa slang pengguna narkoba yang ditemukan di lapangan dan menganalisinya sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Keabsahan data diperoleh melalui diskusi dengan rekan sejawat.

Dalam penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut, yaitu fonotaktik silabel kosakata bahasa slang pada mantan pengguna narkoba Rumah Sakit Grhasia Sleman ditemukan pola silabel yang berterima dalam bahasa Indonesia sebanyak tujuh pola. Pola tersebut, yaitu V, VK, KV, KVK, KVKK, KKV dan KKVK. Setiap silabel selalu diisi dengan vokal yang berperan sebagai nucleus, sedangkan onset dan koda tidak selalu ada dalam setiap silabel, seperti pada pola silabel VK tidak terdapat onset dan pada pola silabel KV tidak terdapat koda. Onset dan koda dalam kosakata bahasa slang ini maksimum terdiri dari dua konsonan, di antaranya ialah ks, ps, rt, bl, dr, pl, tw, sr, fl, gl, kr, pr, py dan tr. Fonotaktik kata dalam bahasa slang mantan pengguna narkoba Rumah Sakit Ghrasia Sleman ditemukan sebanyak tiga pola, yaitu sanding vokal dengan vokal, sanding vokal dengan konsonan, dan sanding konsonan dengan konsonan dan tidak ditemukan pola sanding konsonan dengan vokal. Sanding vokal dengan vokal yang ditemukan yaitu /-ai-, -au-, -ea-, -eÉ›-, -É™a-, -oa- dan –ia/. Sanding vokal dengan konsonan biasanya ditemukan di awal dan di tengah kata, misalnya kata afo fonotaktik katanya menjadi /(a-f)o/ atau beler menjadi /b(e-l)er/. Sanding konsonan dengan vokal selalu terdapat di tengah kata, seperti /bo(ɳ-k)i/.



DOWNLOAD SKRIPSI
Struktur Fonotaktik Kosakata Slang Pada Komunitas Mantan Pengguna Narkoba Di Rumah Sakit Grhasia Sleman



Skripsi: Penggunaan Bahasa Slang Dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik)



Judul Skripsi: Penggunaan Bahasa Slang Dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik)
Penulis: Harudin Setyawan

Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
2009


Abstrak

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana karakteristik penggunaan bahasa slang dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon?, 2) Apa fungsi sosial penggunaan bahasa slang dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon?, 3) Bagaimana peristiwa kebahasaan yang menyertai penggunaan bahasa slang dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon? Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik, fungsi sosial, dan peristiwa kebahasaan yang menyertai penggunaan bahasa slang dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber datanya berasal dari informasi yang terpilih berupa tuturan yang mengandung bahasa slang dapikan. Data dalam penelitian ini berupa data lisan. Sampel dalam penelitian ini memilih di Kelurahan Sangkrah dan Kedunglumbu karena kedua lokasi ini banyak yang menggunakan bahasa dapikan. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak dan catat dari beberapa wawancara yang peneliti lakukan.

Dalam analisis data, dilakukan pengklasifikasian dan pengidentifikasian data sesuai dengan permasalahannya, kemudian data akan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif dan juga pemahaman dengan pendekatan sosiolinguistik. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa karakteristik bahasa slang dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon menggunakan dasar pijakan pada aksara Jawa yang dibalik. Perubahan dan pertukaran huruf itu tidak diberlakukan pada huruf vokal yang mengikuti huruf konsonan, dengan kata lain tidak terjadi perubahan bunyi vokal pada kata aslinya.

Fungsi sosial dari bahasa slang dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon adalah 1) untuk menunjukkan status sosial, 2) Untuk merahasiakan pembicaraan, 3) untuk menarik perhatian, 4) untuk memperlancar komunikasi, dan 5) untuk menurunkan ketegangan. Peristiwa kebahasaan yang menyertai dalam pertuturan dalam penelitian ini adalah tindak tutur, campur kode, dan jenis kalimat dalam bahasa slang dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon.



DOWNLOAD SKRIPSI
Penggunaan Bahasa Slang Dapikan di Kecamatan Pasar Kliwon (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik)





Tesis: Analisis Kesepadanan Makna dan Keberterimaan Bahasa Informal pada Terjemahan Tuturan Slang dalam Novel P.S. I Love You Karya Cecelia Ahern


Judul Tesis: Analisis Kesepadanan Makna dan Keberterimaan Bahasa Informal pada Terjemahan Tuturan Slang dalam Novel P.S. I Love You Karya Cecelia Ahern
Penulis:Pristinian Yugasmara

Program Studi Linguistik
Minat Utama Linguistik Penerjemahan
Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret
Surakarta

2010


Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui bentuk tuturan slang yang terdapat dalam novel P.S. I Love You karya Cecilia Ahern dan terjemahannya dalam novel dengan judul yang sama oleh Monica Dwi Chresnayani, (2) mengetahui teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan tuturan slang yang terdapat dalam novel P.S. I Love You karya Cecelia Ahern, dan (3) mengetahui tingkat kesepadanan dan keberterimaan makna serta keberterimaan bahasa informal teks terjemahan tuturan slang yang terdapat dalam novel P.S. I Love You karya Cecilia Ahern.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan bentuk content analysis. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data objektif dan afektif. Data objektif dalam penelitian ini berupa bentuk slang dalam novel P.S. I Love You baik dalam Bsu maupun terjemahannya dalam Bsa serta dokumen mengenai Irish Slang. Sedangkan data afektif diambil dari penilaian pembaca dan pengamat ahli. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, ditemukan 95 data slang terjemahan dan Irish Slang Dictionary sebagai data objektif, dan kuesioner penilaian dari pembaca dan pengamat ahli sebagai data afektif.

Hasil penelitian terbagi menjadi temuan terhadap bentuk slang, teknik yang digunakan dalam menerjemahkan slang, kesepadanan makna terjemahan slang, keberterimaan makna terjemahan slang, dan keberterimaan kandungan bahasa informal dalam terjemahan slang. Bentuk slang yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi 26 kategori dengan makna masing-masing. Teknik yang digunakan dalam menerjemahkan bentuk slang dalam novel P.S. I Love You adalah reduction, calque, dan variation atau gabungan dari ketiganya. Pada tingkat kesepadanan makna, ditemukan 81 (85,56%) data yang dinilai sepadan, 11 (12,63%) data kurang sepadan, dan 3 (2,10%) data tidak sepadan. Dari penilaian terhadap keberterimaan makna, ditemukan 86 (90,52%) data berterima, 6 (6,31%) data kurang berterima, dan 3 (2,10%) data tidak berterima. Sedangkan terhadap keberterimaan kandungan bahasa informal data, pembaca awam memberikan penilaian berterima terhadap 62 (65,26%) data dan kurang berterima terhadap 33 (34,73%) data.

Secara keseluruhan, data-data terjemahan slang dalam novel P.S. I Love You sudah memiliki kualitas yang cukup baik. Namun, sebagai catatan bagi penerjemah dan orang-orang yang memiliki ketertarikan di bidang penerjemahan, perlu diperhatikan lagi mengenai pemilihan padanan makna yang tepat untuk menerjemahkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ciri khas suatu budaya ke dalam budaya bahasa sasaran beserta tingkat keberterimaannya.



DOWNLOAD TESIS
Analisis Kesepadanan Makna dan Keberterimaan Bahasa Informal pada Terjemahan Tuturan Slang dalam Novel P.S. I Love You Karya Cecelia Ahern






Friday, July 22, 2016

Tesis Novel Kalatidha: Menggugat "Dunia Kabut": Telaah Keadilan dalam Novel Kalatidha Karya Seno Gumira Ajidarma


Judul Tesis: Menggugat "Dunia Kabut": Telaah Keadilan dalam Novel Kalatidha
Karya Seno Gumira Ajidarma

Peneliti/penulis: Dian Susilastri
Tahun: 2008
Program studi Ilmu Susastra
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia

 

Abstrak

Tesis ini membahas keadilan dalam novel Kalatidha karya Seno Gumira Ajidarma.Penelitian ini menggunakakan metode deskriptif analitik. Kajian sosiologi sastra digunakan dengan alasan Kalatidha dipandang sebagai teks yang diciptakan oleh pengarang sebagai bentuk usaha menanggapi realitas di sekitarnya, berkomunikasi dengan realitas, atau menciptakan kembali realitas itu. Kalatidha mengangkat persoalan keadilan dalam kisah-kisah di balik G 30 S/PKI tahun 1965 dengan cara metaforis yaitu sebagai “dunia kabut”, sebuah sisi suram dari peristiwa yang bersifat nasional.Pemerintah Orde Baru telah membuat narasi resmi tentang G 30 S/PKI; terhadap realitas sosial tersebut Kalatidha berfungsi sebagai penegasi.


DOWNLOAD TESIS

Menggugat "Dunia Kabut": Telaah Keadilan dalam Novel Kalatidha
Karya Seno Gumira Ajidarma



Thursday, July 21, 2016

Tesis Novel Cala Ibi: Strategi Pembacaan Novel Metafiksi Cala Ibi

Tesis Novel Cala Ibi: Strategi Pembacaan Novel Metafiksi Cala Ibi

Judul Tesis: Strategi Pembacaan Novel Metafisika Cala Ibi
Peneliti/penulis: Bramantio
Tahun: 2008
Program studi Ilmu Susastra
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia


Abstrak

Cala Ibi adalah novel yang menghadirkan masalah pembacaan atas dirinya kepada pembacanya. Fakta yang demikian pada dasarnya disebabkan oleh ketidakgramatikalan Cala Ibi yang terbentuk oleh piranti sastra yang dimilikinva. Berkaitan dengan hal itu, penelitian ini bertujuan untuk menemukan strategi pembacaan Cala Ibi Dengan memanfaatkan naratologi yang dikembangkan Gerard Genette dan semiotika yang dikembangkan Michael Ritfaterre, ketidakgramatikalan tersebut dapat dipahami dan diubah menjadi gramatikal. Lebih lanjut, dapat diketahui pula bahwa Cala Ibi menyediakan panduan pembacaan bagi pembacanya. Dengan kata lain, Cala Ibi adalah novel yang memiliki kesadaran atas dirinya sendiri atau bersitat metafiksi.

Penerimaan atas metafora sebagai hal yang wajar, pembentukan cakrawala harapan baru, dan keikhlasan mengikuti panduan Cala Ibi adalah tiga hal yang perlu dimiliki pembaca Cala Ibi. Dengan ketiga hal tersebut, pembaca dapat mengetahui bahwa kedua puluh empat bab Cala Ibi terdiri atas delapan bab bingkai-Maya dan enam belas bab bingkai-Maia yang mcmbcntuk garis-waktu kisah berupa angka delapan tanpa awal dan akhir. Pembaca pun pada akhirnya memahami bahwa memaknai Cala Ibi berati memahami gagasan-gagasan utamanya tanpa harus keluar dari teks.

Dalam Skala yang lebih luas, Cala Ibi menghadirkan pemahaman sekaligus mengajak pembacanya untuk kembali kepada teks. Teks selalu memiliki kekuatannya sendiri dalam mengarahkan pembacaan atas dirinva, dan pembaca harus berkompromi dengan hal itu apabila ingin mendapatkan pemahaman yang tepat atas teks tersebut. Dengan demikian, teks harus dibaca secara utuh sebagai kesatuan.



DOWNLOAD TESIS
Strategi Pembacaan Novel Metafiksi Cala Ibi