Friday, October 10, 2014

Sinopsis Novel “Saman” Karya Ayu Utami


Wis itulah panggilan akrab dari seorang anak lelaki yang mempunyai nama panjang Wisanggeni. Wis lahir di Muntilan Yogyakarta. Wis termasuk anak yang beruntung karena dia adalah satu-satunya anak yang lahir dari rahim ibunya dan hidup. 

Dua adiknya tidak pernah lahir. Mereka mengalami suatu peristiwa aneh yang hanya diketahui oleh Wis dan pengalaman ini terjadi pada masa kecilnya. Ayahnya bernama Sudoyo, bekerja sebagai pegawai Bank Rakyat Indonesia dan sebagai mantri kesehatan di Yogyakarta. Ibunya masih keturunan raden ayu. 

Pada waktu Wis berumur empat tahun, ayahnya dipindahkan ke Perabumulih yaitu sebuah kota minyak di tengah Sumatra Selatan yang sunyi pada masa itu, hanya ada satu bioskop dan bank yang usianya belum panjang. 

Di Perabumulih ayah bekerja sebagai kepala cabang Bank Rakyat Indonesia. Beberapa tahun kemudian Wis dan ayahnya pindah ke Jakarta. Wis melanjutkan sekolah dengan mengambil pendidikan teologi dan belajar di Institut Pertanian Bogor. 


Setelah Wis dan ayahnya pindah di Jakarta. Setelah Wis menamatkan pendidikannya, maka diadakan upacara pengangkatan Wis sebagai pastor dan ia mendapatkan julukan Pastor Wisanggeni atau Romo Wis. Setelah misa, ada acara pesta di balai pastoran untuk merayakan adanya pastor baru. Di acara itu Wis bertemu dengan Romo Daru dan Wis meminta kepada Romo Daru agar dirinya ditugaskan di Perabumulih.

Permintaan Wis dikabulkan yaitu Uskup memberi tugas kepada Wis sebagai Pastor Paroki Parid yang melayani kota kecil Perabumulih dan Karang Endah di Palembang. Wis segera menuju ke kota itu. Setelah sampai di Perabumulih, ia menemukan perubahan-perubahan yang terjadi di kota itu, diantaranya rumah Wis telah dihuni oleh orang lain. Wis mendatangi rumahnya yang dulu dan berkenalan dengan penghuni rumahnya yang sekarang. Ketika di sana Wis mengalami kejadian-kejadian aneh lagi seperti yang pernah ia alami pada waktu kecil. 

Di Perabumulih Wis bertemu dengan seorang gadis yang cacat dan mempunyai keterbelakangan mental. Gadis itu bernama Upi. Upi adalah anak seorang transmigrasi Sei Kumbang yang tinggal di Lubukrantau. Karena perlakuannya dianggap membahayakan orang lain, maka keluarganya memutuskan untuk mengurung dan mengrangkeng Upi di sebuah bilik yang terbuat dari kayu dan bambu yang kondisinya sudah tidak sehat. Wis tidak berdaya melihat gadis di dalam kerangkeng itu. Akhirnya Wis memutuskan untuk membangun tempat yang lebih sehat dan menyenangkan Upi. 

Wis merasa semakin ia mengetahui penderitaan rakyat Lubukrantau semakin ia merasa bahwa dirinya adalah bagian dari mereka, yang membuatnya ingin lebih lama tinggal dan ingin memperbaiki penderitaan yang dialami oleh petani di sana. Berkat izin dari Bapak Uskup dan modal dari ayahnya, maka ia mengadakan rapat dengan keluarga Mak Argani dan membicarakan tentang rencananya untuk membangun pengolahan sederhana atau rumah asap di dusun itu sambil memperbaiki kebun. Usul itu disetujui oleh keluarga Argani. Akhirnya mereka membersihkan kebun.

Wis kembali ke Perabumulih selama dua minggu. Ketika Wis kembali ke Lubukrantau, Wis dikejutkan oleh kejadian yang telah menimpa Upi gadis cacat dan gila itu telah diperkosa oleh orang-orang yang hendak merebut lahan mereka dengan cara menjebol rumah baru Upi. 

Beberapa tahun yang lalu empat orang lelaki datang ke wilayah transmigrasi Sei Kumbang yang mengaku bahwa mereka menjalankan tugas dari Gubernur tentang lokasi transmigrasi Sei Kumbang yang semula perkebunan karet akan diganti dengan perkebunan kelapa sawit. Para penduduk tidak sepakat untuk menganti kebunya dengan kelapa sawit. Melihat keadaan ini Wis dan penduduk mengadakan rapat yang bertempat di rumah asap. Pada rapat ini menghasilkan kesepakatan supaya penduduk jangan sesekali mau menandatangani pada lembaran kosong yang diberikan oleh pihak perusahaan PT Anugrah Lahan Makmur (ALM). 

Tiga minggu kemudian, empat orang itu datang lagi dan menyuruh para penduduk untuk menyetujui usulnya. Namun Wis dan penduduk tidak menyetujui usul itu. Empat orang itu akhirnya pergi sambil menahan marah. Perbuatan Wis ini membuat pihak perusahaan menjadi marah dan memberikan tuduhan-tuduhan yang tidak benar kepada Wis, seperti dirinya yang dituduh telah mengkristenkan orang Lubukrantau dan mengajari Argani berburu dan makan babi hutan.

Melihat keadaan ini, akhirnya Wis pergi ke Palembang, Lampung, dan Jakarta dalam rangka mengumpulkan data, untuk mempertahankan perkebunan di transmigrasi. Usaha Wis tidak sia-sia karena penggusuran dusun jadi tertunda sampai setahun. Orang-orang tersebut mengunakan cara lain supaya dapat menggusur dusun itu yaitu dengan cara merobohkan pohon-pohon karet, menghanguskan tanggul yang tersisa, meneror dusun itu, ternak mulai hilang satu persatu, merusak rumah kincir, memperkosa Upi, dan membakar rumah pada penduduk. 

Wis bermaksud menyelamatkan Upi tetapi orang-orang itu menangkap Wis dan dimasukkan ke dalam penjara. Selama di dalam penjara Wis selalu disiksa. Pada saat Wis mulai putus asa dengan keadaan yang menimpanya, Anson dan pemuda Lubukrantau menyelamatkan Wis dan membawa kabur Wis dari penjara. 


Wis keluar dari penjara dalam keadaan yang tidak berdaya. Wis tidak mau dipulangkan ke Perabumulih, ia meminta diantar ke rumah suster-suster Boronous yang berada di Lahat. Di sana Wis dirawat oleh suster Marietta selama kurang lebih tiga bulan. Dalam masa penyembuhan Wis membaca tuduhan-tuduhan terhadap dirinya melalui surat kabar. 

Setelah sembuh Wis pergi ke sebuah tempat yang hanya diketahui oleh lima orang suster dan satu dokter. Dalam persembunyiannya, tak lama setelah peristiwa itu, Wis mengganti kartu identitasnya dengan mengganti namanya menjadi Saman. 

Tak lama kemudian Saman menulis surat untuk ayahnya. Ia menyatakan bahwa ia menyesal karena tidak bisa memberi ayah keturunan karena dirinya menjadi seorang pastor. Ia bercerita tentang rumah asap yang dibangunnya dengan modal awal dari ayahnya, memohon restu kepada ayahnya untuk tetap tinggal di Perabumulih, dan ia memohon maaf karena dirinya memutuskan untuk keluar dari kepastoran. Karena Saman dan beberapa temannya ingin mendirikan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengurusi perkebunan guna membantu orang Lubukrantau yang tidak lagi mempunyai tanah dan tidak mempunyai pekerjaan. 

Akhirnya berkat bantuan Cok dan Yasmin, Saman dapat melarikan diri ke New York. Kini Saman telah mengganti penampilannya dan muncul sebagai aktivis perburuhan dan mengelola LSM. 

1 comment: